Dilema Menundukkan 'Hegemoni' Truk ODOL di Jalanan

Bisnis.com,28 Nov 2022, 13:15 WIB
Penulis: Dany Saputra
Kendaraan melintas di Jalan Tol Seksi Empat (JTSE) Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (26/2/2020). Bisnis/Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA - Truk angkuran yang melanggar dimensi dan muatan atau over load over dimension (ODOL) sudah lama berseliweran sejak 20 tahun lalu atau sudah menjadi 'hegemoni' di jalanan.

Kehadirannya dinikmati oleh pengusaha, khususnya pemilik barang walaupun melanggar aturan. Secara tidak langsung, sebagian pihak meyakini truk ODOL juga berperan menjaga tarif logistik dan kestabilan harga produk.

Seperti diketahui, pemerintah sudah memulai gerakan Zero ODOL sejak 2018. Namun, penerapannya mengalami pasang surut terlebih saat adanya penolakan dari berbagai pihak.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) selaku pemangku kebijakan memang belum secara tegas memastikan kapan Indonesia Zero ODOL 2023 bakal mulai diterapkan.

Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan bahwa kebijakan tersebut masih belum diterima sepenuhnya oleh industri dan dunia usaha. Apalagi, ada risiko efek rambatan pada penaikan harga barang jika truk ODOL dilarang beroperasi sepenuhnya.

Dia menuturkan ada kemungkinan penerapan kebijakan tersebut akan dilakukan secara bertahap, kendati sebelumnya kebijakan Zero ODOL ingin diterapkan pada Januari 2023.

"Mungkin kita akan lakukan bertahap di beberapa kawasan yang dampaknya sangat luar biasa," tuturnya di sela-sela Rapat dengan Komisi V DPR, Kamis (24/11/2202).

'Hegemoni' truk ODOL juga diakui oleh Supply Chain Indonesia (SCI) bahwa selama puluhan tahun pemilik barang secara bersamaan justru ikut meraup keuntungan dengan menaruh muatan berlebih pada truk.

"Kalau bicara mengenai pelanggaran ODOL, ini sudah cukup lama sekitar 20 tahunan. Artinya pengusaha ini sudah menikmati posisinya dengan cara memaksa para transporter untuk mengangkut lebih berat dengan harga lebih murah," kata Senior Consultant SCI Sugi Purnoto, Minggu (27/11/2022).

Sugi berpendapat praktik pemuatan barang melebihi Jumlah Berat yang Diizinkan (JBI) sudah berlangsung lama. Dia mencontohkan angkutan barang dengan truk wing box rute Jakarta--Surabaya yang tarifnya sekitar Rp7 juta (tarif setelah penaikan harga BBM).

"Dalam praktiknya, pemilik barang memaksa pemilik angkutan barang untuk mengangkut 25 ton, yang mana harusnya hanya diizinkan 12 ton. Itu sudah berlangsung sekian lama," ujarnya.

Untuk itu, Sugi mendukung agar inisiatif kebijakan Indonesia Zero ODOL 2023 tetap diberlakukan. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebagai regulator terkait didorong untuk menyampaikan kepada pengusaha melalui sosialiasi mengenai aturan muatan truk barang.

Tidak hanya sosialisasi, saat kebijakan mulai berlaku, SCI mendorong agar truk sarat muatan yang masih ditemukan di jalanan untuk diminta putar balik. Tujuannya, agar ada efek jera bagi pemilik barang.

"Kalau putar balik, itu posisinya pemilik barang wajib bayar ke pemilik angkutan atau driver. Biar [pengusaha] berpikir dua kali [jika ingin gunakan ODOL]. Kalau tilang, itu lari ke pemilik angkutan atau driver," jelas Sugi.

Di sisi lain, pengusaha menjadi pihak yang khawatir penerapan larangan truk ODOL bakal berdampak pada kenaikan tarif logistik. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyarakan pemerintah untuk menunda kebijakan pelarangan angkutan ODOL pada tahun depan.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan pelarangan truk sarat muatan bisa mengerek biaya angkutan barang, yang belum lama ini makin tinggi akibat penaikan harga BBM.

"Kapasitas satu kali angkut 4 ton, sekarang [setelah Zero ODOL 2023] jadi 2 ton. Jadi ada 2 rit atau kali pengiriman dan ongkosnya jadi mahal. Kalau saya sarankan, kebijakannya ditunda dulu, dan transisi dikerjakan," ujar Hariyadi, Minggu (27/11/2022).

Sebelumnya, pemerintah menargetkan kebijakan Zero ODOL bisa diterapkan pada awal 2023. Namun, Hariyadi menilai pengusaha pemilik barang maupun pengusaha truk belum siap untuk bisa mengikuti kebijakan pemerintah tersebut.

Oleh karena itu, Hariyadi menyarankan dua hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk membantu pengusaha truk dalam menormalisasi dimensi maupun memodifikasi armada kendaraan angkutan barang. Pertama, melalui skema pemberian insentif.

"Insentif yang diberikan juga harus jelas. Pemerintah bisa intervensi dengan kasih subsidi bunga atau gimana. Kami dulu pernah alami itu untuk industri tekstil di mana pemerintah kasih subsidi bunga untuk peremajaan mesin tekstil," ujarnya.

Kedua, memberikan kelonggaran regulasi bagi perusahaan truk dalam memodifikasi armadanya. Hariyadi mengatakan pemerintah bisa mendukung perusahaan truk agar bisa menambah kapasitasnya menjadi multi axle atau multi sumbu.

Dua macam intervensi itu, terang Hariyadi, dinilai bisa membantu perusahaan angkutan truk untuk lebih siap menghadapi kebijakan pelarangan truk sarat muatan, begitu pula para pengusaha pemilik barang.

"Jangan dibalik, kapasitas angkut sekian banyak diintervensi, jadinya mahal ongkos angkutan. Memang kapasitas angkut sekarang jadi tidak benar dengan adanya ODOL, tapi gimana caranya ada langkah transisi terlebih dahulu," tuturnya.

Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengatakan bahwa faktor keselamatan menjadi pertimbangan pertama dalam pemberantasan truk ODOL. Untuk itu, asosiasi mendukung penuh apabila pemerintah tegas dalam memberlakukan kebijakan tersebut.

Apalagi, Aptrindo menilai bahwa selama ini perusahaan angkutan barang hingga pengemudi kerap disalahkan apabila membawa muatan berlebih. Sebaliknya, pemilik barang yang 'nakal' memuat barangnya melebihi kapasitas truk, tidak terkena hukuman.

"Kami bakal mengurangi muatan [yang berlebih]. Selama ini, kami yang dituduh melakukan perbuatan ODOL. Setelah [Zero ODOL] berlaku, muatan dan kuantitas akan sesuai dengan standar dan ongkosnya," ujar Ketua Umum Aptrindo Gemilang Tarigan, Minggu (27/11/2022).

Gemilang menegaskan bahwa pelarangan truk sarat muatan itu pasti akan berdampak bagi banyak pihak. Namun, pemerintah dinilai perlu memprioritaskan masalah keselamatan.

Di sisi lain, Gemilang menyebut bahwa alasan penghematan ongkos angkutan barang menjadi alasan mengapa penggunaan truk kelebihan muatan marak di jalanan.

"Kalau perhitungan pemilik barang, [adanya Zero ODOL] kan jadi naik ongkosnya. Sebelumnya, Jakarta--Surabaya itu Rp10 juta satu truk dimuat 30 ton. Kalau [Zero ODOL] berlaku, itu ongkos Rp10 juta ya diangkut 15 ton, kami sesuaikan sama kondisi muatan," ujarnya.

Gemilang mengaku bahwa pelarangan truk kelebihan muatan menguntungkan pengusaha truk. Untuk itu, dia mendorong pemerintah agar bisa menjamin berlakunya Indonesia Zero ODOL 2023.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini