Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta kepada perusahaan pembiayaan yang menjalankan bisnis dengan metode Buy Now Pay Later (BNPL) untuk melakukan berbagai tindakan perbaikan segera (prompt corrective actions).
Hal tersebut dilakukan agar kasus penipuan yang sempat menimpa pada ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor atau IPB University tidak kembali terulang.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W. Budiawan menilai bahwa di tengah era yang serba digital, maka digitalisasi sektor keuangan selain membawa manfaat namun juga mengandung beberapa risiko.
"Sejak 2 minggu yang lalu, terjadi kasus penipuan mahasiswa Institut Pertanian Bogor atau IPB University yang dilakukan oleh seseorang yang memanfaatkan mahasiswa untuk mendapatkan keuntungan pribadi," kata Bambang dalam Seminar Online APPI bertajuk 'Tantangan Ketidakpastian Ekonomi Global 2023', Selasa (29/11/2022).
Bambang menuturkan modus penipuan yang dilakukan tersebut berkedok menawarkan kerja sama dan penjualan online di toko online milik pelaku dengan komisi sebesar 10 persen per transaksi, namun transaksi yang dilakukan diketahui merupakan transaksi fiktif dan modus lain menggunakan sejumlah mahasiswa untuk memperoleh dana dari paylater yang selanjutnya digunakan oleh si pelaku.
Adapun, kasus penipuan tersebut telah menjerat 300 korban, di mana sebanyak 116 orang di antaranya adalah mahasiswa/mahasiswi IPB University yang menjadi korban. Sedangkan sisanya adalah bukan mahasiswa IPB.
"Belajar dari kasus dimaksud, maka perusahaan pembiayaan terutama yang menjalankan BNPL perlu terus melakukan secara intensif perbaikan-perbaikan dalam proses akuisisi dan verifikasi calon nasabah, terutama dalam asesmen profil calon nasabah," ujarnya.
Selain itu, OJK menilai perusahaan pembiayaan BNPL juga perlu mengembangkan early fraud detection agar kasus serupa tak terjadi lagi.
Di samping perbaikan akuisisi, verifikasi data, hingga perlakuan early fraud detection, Bambang menuturkan bahwa pentingnya perusahaan paylater untuk meningkatkan kegiatan literasi dan edukasi mengenai produk jasa keuangan di sektor IKNB kepada masyarakat.
"Hal ini sangat penting sebagai upaya pencegahan terjadinya peristiwa penipuan di sektor jasa keuangan dan masyarakat sehingga tidak mudah tergiur dengan tawaran-tawaran keuntungan yang tidak rasional," tandasnya.
Jika merujuk pada Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen. Posisi itu naik dibandingkan periode 2019 yang hanya 38,03 persen.
Sementara itu, indeks inklusi keuangan pada 2022 juga terpantau meningkat dengan angka mencapai 85,10 persen. Sedangkan pada periode 2019 hanya mencapai 76,19 persen. Hal tersebut menunjukkan gap antara tingkat literasi dan tingkat inklusi semakin menurun, dari 38,16 persen di periode 2019 menjadi 35,42 persen di periode 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel