Bisnis.com, MANGUPURA — Kementerian Keuangan meyakini keputusan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menaikkan suku bunga penjaminan simpanan dalam valuta asing hingga 100 bps pada hari ini, Selasa (7/12/2022) dapat turut bermanfaat pada peningkatan masuknya dana devisa hasil ekspor yang selama ini terparkir di luar negeri.
LPS menaikkan tingkat bunga penjaminan simpanan valas dengan sangat agresif hari ini, yakni mencapai 100 bps menjadi 1,75 persen untuk bank umum. Keputusan ini berlaku mulai 9 Desember 2022 hingga 31 Januari 2023.
Sementara itu, simpanan berdenominasi rupiah dipertahankan di level yang sama, yakni 3,75 persen pada bank umum dan 6,25 persen bagi bank perkreditan rakyat (BPR).
Abdurohman, Plt. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan mengatakan rendahnya bunga simpanan valas di Indonesia selama ini menjadi alasan dari sejumlah eksportir untuk tidak menempatkan keuntungan usahanya di bank dalam negeri.
Menurutnya, banyak eksportir justru memilih menempatkan dananya di Singapura sebab negara pulau itu menawarkan tingkat bunga deposito yang sangat tinggi.
“Kemarin UOB dan DBS mulai menaikkan deposito rate untuk SGD [dolar Singapura] bahkan sampai di atas 7 persen, Indonesia hanya sekitar 1 koma beberapa persen saja rata-rata suku bunga valas. Jadi, memang agak complicated [untuk menarik dana devisa hasil ekspor],” katanya di sela-sela acara The 11th Annual International Forum On Economic Development And Public Policy (AIFED) 2022 di Nusa Dua, Bali, Rabu (7/12/2022).
Dia menilai bukan cuma pengusaha asal Indonesia saja yang memilih menempatkan dana mereka di sana, melainkan juga pengusaha dari negara-negara lain namun memiliki wilayah operasi di Indonesia. Sedangkan secara paralel, Singapura juga membutuhkan cadangan devisa yang tinggi, sehingga tidak mengherankan jika mereka pun berupaya menarik deposan.
Naiknya bunga penjaminan LPS hari ini menurutnya dapat meningkatkan daya tarik simpanan valas di dalam negeri.
“Seharusnya ada [manfaat naiknya bunga LPS pada kenaikan devisa hasil ekspor]. Suku bunga penjaminan ini naik, sehingga suku bunga deposito kita akan naik untuk valas, karena memang salah satu tujuannya [kenaikan bunga penjaminan LPS] untuk mengantisipasi itu,” katanya.
Di luar itu, pemerintah juga berupaya menarik masuk devisa hasil ekspor melalui upaya lain, yakni penguatan koordinasi data dengan Bank Indonesia.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak, Nufransa Wira Sakti, mengatakan bahwa saat ini, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia tengah mengkaji kerja sama untuk tujuan tersebut. Ini merupakan pembaruan atas kerja sama serupa yang sudah ditetapkan sebelumnya.
“Kami revisi beberapa perjanjian itu [menarik masuk devisa ke dalam negeri]. Diharapkan kita bisa kerja sama dengan BI agar data-datanya bisa diakses,” katanya pada kesempatan yang sama.
Menurutnya, Kementerian Keuangan sebenarnya sudah memiliki data, tetapi kurang memadai. Hal ini menyulitkan pemerintah untuk memaksa para penghasil devisa hasil ekspor untuk memulangkan dananya ke dalam negeri.
Dengan data tersebut, pemerintah memiliki landasan yang lebih kuat untuk mengenakan sanksi kepada penghasil devisa ekspor yang tidak memulangkan dananya ke Indonesia. Sanksinya yakni denda administratif, tidak dapat melakukan ekspor, dan/atau pencabutan izin usaha.
Hal ini sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel