Bisnis.com, JAKARTA - Resesi global masih menjadi isu yang membayangi industri teknologi finansial untuk mendapatkan pendanaan dari investor.
Meski di tengah ancaman tersebut, sejumlah investor masih terbilang optimistis untuk mengalokasikan portofolio investasinya di sektor fintech pada 2023.
Selain itu, terdapat pula informasi komprehensif lainnya yang menjadi pilihan redaksi BisnisIndonesia.id pada Rabu (7/12/2022).
1. Uji Taji Prospek Bisnis Fintech Indonesia 2023 Dibayangi Resesi
Klaster finansial teknologi atau fintech dinilai masih prospektif atau menarik investor untuk mengucurkan dana investasinya, meskipun ancaman resesi ekonomi global masih membayangi 2023.
Asosiasi Modal Ventura Indonesia (Amvesindo) menyebut bahwa investor tetap akan menginvestasikan dana, meskipun tetap selektif ke beberapa modal ventura yang dinilai masih menarik meskipun di tengah bayang-bayang resesi pada tahun depan.
Penyertaan saham modal ventura meningkat karena investor masih optimistis tentang prospek ekonomi dalam negeri. Kendati demikian, perubahan geopolitik di Ukraina akan berdampak terhadap rantai pasokan, finansial, inflasi, dan krisis energi mengakibatkan tekanan ekonomi di semua negara.
2. Pengesahan RKUHP, Capai Misi Dekolonial atau Neokolonial?
Pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) diwarnai adu mulut anggota DPR.
Anggota DPR Fraksi Partai Keadilan Sosial (PKS) masih mempertanyakan pasal 218 dan 219 tentang pidana penghinaan presiden dan wakil presiden karena dinilai sangat antidemokrasi.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul menjelaskan bahwa RKUHP membawa misi dekolonialisasi, demokratisasi, harmonisasi, dan konsolidasi tentang hukum pidana.
Pacul mengatakan bahwa KUHP yang dipakai selama ini merupakan warisan kolonial Belanda karena berlaku pada 1 Januari 1918. Untuk itu, diperlukan pembaruan.
3. Prediksi Sektor Properti Hadapi Tahun 2023, Tahan Banting?
Di tengah dinamika sektor properti pada tahun ini, tantangan baru hadir mulai dari naiknya harga material bangunan dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), hingga adanya lonjakan inflasi serta suku bunga sebagai dampak dari krisis ekonomi global.
Namun, optimisme sektor properti masih relatif tumbuh di tahun depan didorong oleh berbagai regulasi yang masih bergulir dari pemerintah dan semangat kolektif para pemangku kepentingan.
Dalam survei Knight Frank Indonesia yang berjudul Property Outlook Survey 2023, mengungkap sebanyak 59 persen responden optimis pertumbuhan sektor properti akan relatif stabil untuk 2023.
Hal itu lantaran situasi ekonomi global dinilai tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan sektor properti di dalam negeri. Kendati demikian, beberapa potensi risiko patut diwaspadai oleh sektor properti di 2023.
4. 10 Bulan 2022, Surplus Perdagangan Otomotif Menipis
Industri otomotif Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan sepanjang Januari hingga Oktober tahun ini, kendati semakin menipis. Arus importasi kendaraan dalam bentuk utuh yang relatif kencang salah satu menjadi pemicunya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menghimpun perdagangan kendaraan bermotor dan bagiannya (HS 87), tercatat total nilai ekspor hingga Oktober tahun ini mencapai US$9,08 miliar. Kinerja itu mengalami pertumbuhan 28,0 persen dibandingkan dengan capaian pada periode sama tahun lalu US$7,09 miliar.
Pada saat bersamaan, nilai impor kendaraan bermotor dan bagian-bagiannya mencapai US$7,79 miliar, melejit 46,5 persen dibandingkan dengan nilai importasi otomotif pada periode sama tahun lalu US$5,31 miliar.
5. Menghitung Langkah Bulog Percepat Impor Beras Konsumsi
Perum Bulog bersiap mempercepat impor beras konsumsi dari sejumlah negara setelah Kementerian Perdagangan menerbitkan izin impor beras untuk menambah cadangan beras pemerintah (CBP).
Sinyal impor beras mulai terlihat setelah cadangan beras di gudang Bulog berangsur surut sejak September 2022. Pemerintah kemudian mengambil langkah antisipasi usai cadangan beras belum juga mencapai batas aman yakni 1,2 juta ton.
Badan Pangan Nasional sempat memberikan keleluasaan bagi Bulog untuk mendapatkan beras dari petani seharga pasar. Namun, kebijakan yang berlangsung selama dua pekan pada Oktober ini tidak membuahkan hasil maksimal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel