Bisnis.com, JAKARTA — Pesatnya perkembangan fintech lending tidak lepas dari kolaborasi dengan ekosistem keuangan, khususnya dengan lembaga jasa keuangan lainnya seperti Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) kluster syariah misalnya, melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan kompartemen BPRS Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo).
Ketua Klaster Pendanaan Syariah AFPI Lutfi Adhiansyah menyampaikan bahwa peenandatanganan nota kesepahaman tersebut merupakan bukti konsistensi industri fintech lending untuk terus meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah melalui penciptaan ekosistem antara perbankan syariah dan fintech syariah.
"Hal ini mengingat keunggulan BPRS yang tersebar di seluruh Indonesia, dapat menjadi sumber pendanaan bagi fintech lending termasuk dengan pola channeling,” kata Lutfi dalam keterangan tertulis pada Minggu (11/12/2022).
Lutfi menjelaskan setidaknya ada enam poin tujuan dari kerjasama dengan BPRS. Pertama, peningkatan akselerasi pendanaan fintech lending ke daerah. Kedua, peningkatan kualitas asesmen risiko bagi BPRS dan kualitas debitur bagi Fintech Lending.
Selanjutnya yang ketiga, kemudahan akuisisi nasabah bagi BPRS, serta keempat adalah perluasan target pasar bagi BPRS melalui teknologi informasi di fintech lending.
Kelima, value chain financing dalam ekosistem ekonomi digital dan keenam adalah untuk penambahan sumber pemodal dan peningkatan fee-based income (FBI).
Di samping itu, melalui kerja sama ini fintech lending syariah agar bertugas untuk melakukan akuisisi potensial debitur hingga melakukan proses kredit yang mencakup menerima registrasi dan dokumentasi melalui Aplikasi Platform, KYC, proses seleksi nasabah, penagihan pinjaman.
"Kerja sama ini juga untuk menerima pembayaran debitur [payment collection] untuk diteruskan kepada BPR," sambungnya.
Adapun BPRS memiliki fungsi untuk bertindak sebagai penyedia dana atau super lender, yakni kreditur yang memberikan kredit kepada debitur. Selain itu, kehadiran BPRS juga menentukan Syarat dan Kriteria (Risk Acceptance Criteria-RAC) terhadap debitur serta melakukan pencairan pinjaman ke debitur.
Di sisi lain, Ketua Umum Kompartemen BPRS Asbisindo Cahyo Kartiko mengungkapkan bahwa kerja sama ini menjadi langkah BPRS untuk memperluas jaringan, pemasaran dan pemanfaatan teknologi dalam bidang keuangan yang adaptif.
"Kerja sama ini sekaligus sebagai bagian dari efisiensi operasional seiring kelebihan dari fintech lending yang memiliki adaptasi teknologi lebih cepat dengan model transaksi yang fleksibel, mengingat proses adaptasi teknologi di BPRS relatif membutuhkan waktu panjang,” kata Cahyo.
Sementara itu, hingga September 2022, tercatat terdapat tujuh penyelenggara fintech syariah anggota AFPI klaster syariah dari 102 anggota AFPI. Adapun, akumulasi pendanaan klaster syariah pada posisi September 2022 mencapai Rp7,16 triliun.
Secara terperinci, pendanaan klaster syariah pada Desember 2020 masih sebesar Rp484 miliar. Nilai itu terus bertambah yang terlihat dari posisi Desember 2021 yang mencapai Rp1,1 triliun dan September 2022 bernilai Rp5,5 triliun.
Lebih lanjut, porsi pendanaan klaster syariah terhadap pendanaan sektor produktif fintech lending pada 2022 masih 8 persen. Maka dari itu, Cahyo mengungkapkan bahwa masih besar peluang untuk dapat dimaksimalkan.
"Dengan kolaborasi efektif, maka penyelenggara fintech lending dapat menjangkau pembiayaan ke lebih banyak masyarakat unbanked dan underserved di Indonesia," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel