OJK Naikkan Modal Minimal Pinjol, Pengamat Dorong Merger

Bisnis.com,12 Des 2022, 20:49 WIB
Penulis: Nabil Syarifudin Al Faruq
Ilustrasi fintech. /Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah pengamat menilai ketentuan penambahan modal di perusahaan financial technology per-to-per landing dinilai cukup positif bagi perkembangan industri ke depan. Meskipun demikian, jumlah fintech di Indonesia saat ini sebanyak 102 perusahaan sudah cukup banyak dan perlu untuk melakukan merger.

Ekonom dan Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan, penambahan modal inti cukup positif untuk mendorong konsolidasi industri fintech. Sejalan dengan hal ini, industri fintech di Indonesia juga perlu dirampingkan agar mempermudah pengawasan.

“Mungkin Indonesia tidak perlu banyak fintech, sehingga secara pengawasan akan lebih efektif dan penyaluran pinjaman nya lebih produktif. Kalau kondisi existing terlalu banyak maka pengawasannya akan jadi sulit, ini akan merugikan masyarakat,” ujar Bhima kepada Bisnis, Senin (12/12).

Bhima mengusulkan perusahaan fintech untuk melakukan merger dengan platform dengan kesamaan visi. “Perusahaan juga bisa melakukan penjualan saham kepada perbankan atau bahkan likuidasi,” ujarnya.

Berdasarkan laporan OJK, sebanyak 61 perusahaan fintech P2P masih rugi dari 102 perusahaan yang berizin. Untuk perusahaan rugi ini, Bhima menyarankan untuk memperkuat integrasi dengan ekosistem digital yang lebih luas.

“Perbaikan manajemen risiko juga penting, tidak sekedar penyaluran pinjaman tinggi, ke depan masalah keberhasilan pengembalian dana peminjam juga penting,” ujar Bhima.

Executive Director Segara Research Institute Piter Abdullah menambahkan, perusahaan fintech umumnya adalah startup atau perusahaan rintitsan. Dalam periode rintisan memang kebanyakan masih merugi karena besarnya biaya promo hingga akuisisi.

“Perusahaan fintech khususnya di Indonesia ini akan mendapatkan keuntungan ketika mereka sudah bisa mendapatkan pasar tanpa harus melakukan promo besar- besaran.  Tidak bisa dipaksakan,” ujar Piter.

Piter juga menambahkan apabila suatu perusahaan fintech tidak dapat memenuhi ketentuan OJK terkait modal minimum maka perusahaan tersebut bisa melakukan kerja sama dengan investor baru, seperti menjual saham agar modal tersebut dapat terpenuhi.

“Persyaratan modal minimum ini menurut saya wajar. Modal minimum Rp25 miliar sesungguhnya masih terlalu kecil bila dibandingkan modal minimum sebuah bank,” ujar Piter.

OJK telah memperbaharui aturan permodalan fintech menjadi minimal Rp25 miliar melalui Peraturan OJK No. 10/2022. Dalam pasal 4 beleid anyar itu, modal harus disetor dalam bentuk tunai. Sedangkan peningkatan modal hanya bisa dalam bentuk tunai, setoran tunai, ataupun dividen saham.

Sedangkan perusahaan yang sudah beroperasi wajib melakukan peningkatan modal, meski terbuka ruang untuk naik bertahap. Perinciannya memiliki ekuitas paling sedikit Rp2,5 miliar 1 tahun terhitung sejak POJK ini diterbitkan. Meningkat menjadi Rp7,5 miliar berlaku 2 tahun terhitung sejak POJK diterbitkan, menjadi Rp12,5 miliar berlaku 3 tahun terhitung sejak POJK diterbitkan. Sedangkan tahun keempat telah menjadi Rp25 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini