WHO: China Hadapi Kesulitan Akibat Mencabut Kebijakan Nol-Covid

Bisnis.com,14 Des 2022, 04:00 WIB
Penulis: Nancy Junita
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memberi info perkembangan situasi wabah Covi-19 di Jenewa, Swiss (24/2/2020). /Antara-Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menilai, bahwa China menghadapi masa yang "sangat sulit" karena mencabut kebijakan Nol-Covid yang kaku dan membiarkan orang hidup dengan virus, menimbulkan tantangan dalam mempersiapkan rumah sakit dan memastikan orang cukup terlindungi.

Beijing tiba-tiba mencabut sikap tanpa toleransi minggu lalu setelah protes terhadap penguncian Covid-19. Pergeseran tersebut, yang disambut baik oleh banyak orang di dalam negeri, juga memicu kekhawatiran bahwa infeksi dapat melonjak.

Ditanya tentang perubahan kebijakan, Juru Bicara WHO Margaret Harris mengatakan pada jumpa pers di Jenewa pada Selasa (13/12/2022), bahwa China menghadapi "waktu yang sangat sulit dan sulit".

"Selalu sangat sulit bagi negara mana pun yang keluar dari situasi di mana Anda memiliki kontrol yang sangat ketat," katanya, seraya menambahkan bahwa negara lain seperti Australia telah mengalami hal ini.

"Kami selalu mengatakan sebelumnya: Jangan mengunci diri terlalu mudah dan terlalu cepat karena sangat, sangat sulit untuk keluar,” tukasnya dikutip dari Channel News Asia, Selasa (13/12/2022).

Tantangan itu adalah memastikan populasi "divaksinasi dengan tepat" dan mempersiapkan rumah sakit untuk potensi peningkatan kasus, juga potensi serbuan orang yang mungkin terinfeksi penyakit lain.

"Ada banyak hal yang harus Anda lakukan di tingkat masyarakat, di tingkat rumah sakit, di tingkat nasional untuk mempertahankan transisi itu," tambah Harris.

WHO biasanya menahan diri untuk tidak mengomentari kebijakan masing-masing negara, meskipun Direktur Jenderal Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan pada Mei bahwa kebijakan Covid-19 China tidak berkelanjutan.

Kepala Kedaruratan WHO Mike Ryan mengatakan awal bulan ini, dia senang China menyesuaikan strateginya dan mendesaknya untuk terus meningkatkan cakupan vaksinasi.

Paul Hunter, seorang profesor kedokteran di Universitas East Anglia Inggris, mengatakan banyak orang di China terlalu lama divaksinasi untuk mendapatkan perlindungan yang memadai.

“Ini secara efektif kehilangan manfaat dari kampanye vaksinasi. Tidak seluruhnya tetapi sebagian besar,” katanya.

"Dan, jadi itu dalam posisi yang sangat sulit."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Nancy Junita
Terkini