Bisnis.com, JAKARTA — Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) atau omnibus law keuangan telah disahkan di Sidang Paripurna II menjadi Undang-undang pada Kamis (15/12/2022). Simak aturan lengkap soal penjaminan polis asuransi.
Adapun, di dalam beleid tersebut turut mengatur program penjaminan polis (PPP) yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam 5 tahun ke depan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah menyetujui pendapat DPR agar tata kelola dapat lebih ditingkatkan. Dengan demikian, hal itu akan membuat industri berkembang dengan cepat dan mendaptakan kepercayaan masyarakat dengan praktik yang hati-hati, salah satunya untuk industri asuransi.
"Pemerintah mengapresiasi kesamaan pandangan DPR dalam hal penguatan perlindungan masyarkat dalam beraktivitas di dalam industri ini melalui pembentukan program penjaminan polis [PPP] untuk mempercepat penciptaan sumber pendanan jangka panjang yang kuat dan stabil," kata Menkeu Sri dalam Sidang Paripurna Pembicaraan Tingkat II atas RUU PPSK, Kamis (15/12/2022).
Selain itu, Menkeu Sri menambahkan bahwa RUU PPSK juga memperbaiki pengaturan terkait program pensiun baik yang bersifat wajib maupun sukarela.
Dia mengatakan bahwa pengaturan ini sangat penting dalam konteks menambah perlindungan masyarakat dalam menghadapi potensi guncangan-guncangan ekonomi yang mungkin dialami, baik pada saat masih bekerja maupun masa tua.
"Dalam jangka panjang, sebagaimana terjadi pada berbagai negara, iuran wajib dana pensiun juga akan membuat sistem keuangan menjadi lebih stabil, lebih dalam, dan lebih inklusif," pungkasnya.
Berdasarkan draf terbaru UU PPSK yang diterima Bisnis pada Kamis (15/12/2022), pada pasal 4 ayat 1 huruf b tercatat LPS mendapatkan tugas tambahan yakni menjamin polis asuransi.
Selanjutnya, pasal 5 menyebutkan alam menjalankan fungsi menjamin polis asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat b,
Lembaga Penjamin Simpanan bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan program penjaminan polis dan melaksanakan program penjaminan polis.
Pada pasal 6 ayat 1 huruf e disebutkan LPS berwenang menetapkan dan memungut premi Penjaminan dan iuran berkala penjaminan polis. LPS juga akan mendapatkan data pemegang polis, tertanggung, dan peserta asuransi; data kesehatan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah; laporan keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah; dan laporan hasil pemeriksaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah.
"[LPS] menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan mengenai pembayaran klaim Penjaminan dan pelaksanaan penjaminan polis," tulis pasal 6 ayat 1 huruf b UU PPSK.
Seperti diketahui, kasus di sektor asuransi terus terjadi dalam beberapa tahun terakhir, Setelah Bumiputera dan Jiwasraya, konsumen asuransi PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha atau WanaArtha Life (PT WAL) menjerit karena kehilangan dana.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pengkajian dan penyisiran terhadap produk saving plan di sejumlah perusahaan asuransi di Indonesia. Langkah tersebut dilakukan mengingat kasus yang sebelumnya menimpa asuransi jiwa PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha atau WanaArtha Life (PT WAL) terkait dengan produk saving plan.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa pada kasus PT WAL, perusahaan menjual produk dengan imbal hasil pasti yang tidak diimbangi kemampuan perusahaan mendapatkan hasil dari pengelolaan investasinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel