Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom sekaligus Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2022 tercatat sebesar 5,72 persen (year-on-year/yoy) masih ditopang oleh kontribusi konsumsi domestik, yaitu sebesar 50,6 persen.
Meski mendominasi, Ryan menuturkan angka konsumsi domestik pada kuartal III/2022 tercatat menurun bila dilihat secara historis.
"Catatan kritis saya disini adalah ketika pertumbuhan ekonomi kita di kuartal 3 kemarin yang 5,72 persen itu, ternyata sekitar 50,6 persen dikontribusi oleh konsumsi rumah tangga domestik. Yang mana secara historis, biasanya pertumbuhan konsumsi rumah tangga kita itu porsinya rata-rata 55-56 persen," jelas Ryan dalam acara Bisnis Indonesia Business Challenges 2023, Kamis (15/12/2022).
Ryan melanjutkan, penurunan tersebut sedikit banyak disebabkan oleh oleh kenaikan pertumbuhan dari investasi langsung, baik itu dari penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN).
Di sisi lain, Ryan melihat bahwa momentum ini perlu dimanfaatkan guna mendongkrak sektor investasi yang diproyeksi bakal membawa dampak positif bagi ketahanan ekonomi nasional dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global pada 2023.
"Nah, inilah saya kira good wish bagi kita. Karena sorry to say, kita gak bisa melulu hanya berharap mengandalkan konsumsi rumah tangga domestik. Kalau kita bercita-cita jadi negara maju, tentu sisi investasi yang jadi tulang punggung ekonomi kita ke depan agar lebih sustain dan resiliens," pungkas Ryan.
Di tengah tensi politik dan geopolitik global, dia menilai kondisi ekonomi sejumlah negara maju tak terkecuali Indonesia turut terdampak. Yang terbaru, bayang-bayang resflasi (resesi-inflasi) jadi penjegal.
"Apakah resflasi mennadu ganjalan pertumbuhan ekonomi? Saya kira menjadi ganjalan betul. Tapi, berita baiknya Kemenku, OJK dan LPS yang setiap 3 bulan melakukan pertemuan dalam konteks KSSK itu selalu memberikan semacam warning untuk berhati-hati karena situasi yang sifatnya uncertainty ini tidak hanya selesai di tahun 2022 bahkan tahun 2023," tambah Ryan.
Dengan demikian, Ryan menambahkan pemerintah harus membuat langkah yang bisa mengantisipasi potensi risiko yang nantinya akan terjadi serta mampu memacu target inflasi untuk mengerucut ke jangkar maksimal inflasi sebesar 3 persen pada semester 1 2023 mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel