Bisnis.com, JAKARTA – Aksi penambahan modal melalui mekanisme rights issue dari PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) kembali berlanjut. Bank spesialis pembiayaan hunian ini telah menetapkan harga pelaksanaan rights issue sebesar Rp1.200 per unit saham.
Berdasarkan prospektus yang dirilis Kamis (15/12/2022), emiten berkode saham BBTN ini akan menawarkan sebanyak-banyaknya 3,44 miliar saham baru seri B dengan nilai nominal Rp500. Jumlah ini mencapai 24,54 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan.
Dengan jumlah saham baru sebanyak 3,44 miliar ditambah dengan harga pelaksanaan sebesar Rp1.200 per saham, jumlah dana yang akan diterima BBTN akan mencapai Rp4,13 triliun.
Manajemen BBTN menjelaskan bahwa seluruh dana yang diperoleh dari rights issue bakal dialokasikan untuk memperkuat struktur permodalan. Hal ini bertujuan meningkatkan penyaluran jumlah kredit atau pinjaman.
“Dana hasil PMHMETD [Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu] II akan diperhitungkan sebagai modal inti utama sesuai dengan POJK No.11/2016,” demikian penjelasan manajemen dalam prospektus.
Rights issue BBTN akan memasuki periode cum-right di pasar reguler dan negosiasi pada 22 Desember, sementara pasar tunai pada tangga 26 Desember 2022. Adapun periode pelaksanaan dan perdagangan dijadwalkan pada 28 Desember 2022 – 5 Januari 2023.
Dalam aksi korporasi ini, Negara Republik Indonesia selaku pemegang saham utama perseroan akan melaksanakan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) yang menjadi porsinya, yakni 2,06 miliar saham baru seri B.
Penyerapan saham baru yang diterbitkan BBTN akan diserap oleh Negara melalui penambahan penyertaan modal negara (PMN). Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2022 yang telah merestui suntikan modal sebesar Rp2,48 triliun.
Adapun, penambahan penyertaan modal negara bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, sebagaimana ditetapkan dalam RAPBN 2022.
Jumlah nilai penambahan penyertaan modal negara yang disebutkan dalam PP 48/2022, ditetapkan oleh menteri keuangan berdasarkan hasil pelaksanaan penerbitan saham baru yang disampaikan oleh menteri badan usaha milik negara.
Sementara itu, PT CIMB Niaga Sekuritas atau CIMBS akan menjadi pembeli siaga, apabila alokasi saham baru yang diterbitkan BBTN masih terdapat sisa. Komitmen ini tertuang dalam surat pernyataan pembeli siaga tertanggal 9 Desember 2022.
Sebagai pembeli siaga, CIMBS akan menyerap sebagian sisa saham baru seharga Rp1.200 per saham dengan jumlah sebanyak-banyaknya 83,33 juta atau setara dengan Rp99,99 miliar. Seluruhnya akan dibayar CIMBS secara tunai.
Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip mengatakan right issue menjadi langkah penting bagi BTN untuk memperkuat modal, sekaligus meningkatkan komposisi sumber dana murah bagi penyediaan kredit pemilikan rumah (KPR).
Menurutnya, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) BTN saat ini, yang berada pada level 13 persen, telah membatasi ruang gerak perseroan terutama dalam memperkuat bisnis KPR komersial agar seimbang dengan KPR bersubsidi.
Dia mengungkapkan BBTN setidaknya memerlukan CAR tier-1 sebesar 18 – 20 persen. Adapun CAR tier-1 BTN akan berada di kisaran 19 – 20 persen setelah rights issue.
Sunarsip juga meyakini bahwa sektor properti, yang menjadi bisnis utama BBTN, masih akan tumbuh positif pada 2023. Hal ini ditopang oleh berbagai indikator makroekonomi dan indeks bisnis, serta kinerja solid industri manufaktur.
“Tahun 2023 bisa menjadi momentum bagi BTN pasca right issue karena akan meningkatkan permodalan BTN sekaligus memperkuat sumber pendanaan murahnya,” tuturnya.
Sampai dengan akhir November 2022, struktur biaya dana BBTN mengalami kenaikan, tecermin dari pertumbuhan dana murah (current account saving account/CASA) sebesar 25,9 persen secara tahunan menuju angka Rp153,74 triliun per akhir November 2022.
CASA BBTN didominasi produk giro yang tembus Rp115,49 triliun, atau naik 57,4 persen year-on-year (yoy). Di sisi lain, deposito yang tergolong dana mahal turun 5,36 persen menjadi Rp168,1 triliun dibandingkan sebelumnya yang tercatat Rp177,6 triliun.
Secara keseluruhan, Dana Pihak Ketiga (DPK) dari bank spesialis pembiayaan perumahan ini meningkat 7,38 persen secara tahunan menjadi Rp321,83 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel