Bisnis.com, BERAU - Indonesia memiliki 3,9 juta hektar hutan mangrove atau setara dengan 23% dari total keseluruhan ekosistem mangrove yang ada di bumi, sehingga menjadikan Indonesia memiliki peran penting sebagai salah satu penyokong paru-paru dunia. Lebih jauh, kawasan hutan mangrove memiliki fungsi penting sebagai penyerap dan penyimpan karbon, dengan kemampuan menyerap karbon 4 sampai 5 kali lebih besar dari tanaman hutan di daratan (hutan terestrial).
Salah satu delta bakau terbesar Indonesia terdapat di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, dimana hutan bakau tersebut juga merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakatnya. Menelisik lebih jauh ke wilayah Kabupaten Berau, yaitu Desa Pegat Batumbuk dan Desa Teluk Semanting, yang masing-masing desa memiliki luasan hutan bakau sebesar 22.000 Ha dan 750 Ha , mangrove telah berfungsi menjadi pelindung daerah tersebut dari erosi dan merupakan rumah produksi hasil alam yang menjadi tangkapan masyarakat sehari-hari, seperti kepiting, ikan dan udang.
Namun, keterbatasan pengetahuan masyarakat setempat tentang manfaat ekosistem mangrove dan semakin bertambahnya populasi warga, membuat banyak hutan mangrove yang beralih fungsi menjadi tambak udang. Selain itu, alih fungsi itu juga menjadi ancaman bagi ekosistem pesisir, keberlangsungan mata pencarian masyarakat setempat, serta ancaman bagi percepatan pemanasan global. Melihat permasalahan ini, Special Mission Vehicle (SMV), yang terdiri dari enam BUMN dibawah koordinasi Kementerian Keuangan, melakukan sinergi Joint Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) di dua desa tersebut, yaitu melalui Program Shrimp-Carbon Aquaculture (SECURE) di Desa Pegat Batumbuk, serta Program Ekowisata Mangrove Berkelanjutan di Desa Teluk Semanting. Tujuan Joint Program TJSL SMV yang berkolaborasi dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), adalah untuk mendukung program pemerintah dalam aksi mitigasi iklim, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program berkelanjutan.
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan apresiasinya pada program ini. “Saya bangga, pada hari ini dapat menyaksikan upaya nyata SMV Kementerian Keuangan yang dikoordinasikan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (“DJKN”) untuk turut andil mengurangi perubahan iklim yang kita hadapi saat ini. Upaya ini tidak hanya memberikan dampak baik terhadap lingkungan, tapi juga memberikan manfaat positif secara sosial dan ekonomi bagi masyarakat.”
Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Rionald Silaban menyatakan “ Pemerintah melakukan berbagai paket kebijakan fiskal yang salah satunya untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dalam penanganan perubahan iklim. Kami di DJKN mengkoordinasikan agar para SMV Kemenkeu juga mampu lebih aktif berperan secara kolaboratif, tidak hanya melalui core businessnya tapi juga melalui program tanggung jawab sosial dan lingkungan”
Pelaksanaan Program SECURE yang dilakukan di Desa Pegat Batumbuk difokuskan pada pengembalian fungsi tambak udang menjadi hutan mangrove kembali. Namun, program restorasi ini dirancang agar tidak mengurangi penghasilan para petambak, melainkan dengan cara membuat area tambak yang lebih kecil namun tetap diperoleh hasil panen yang sama atau meningkat, ditopang dengan metode pengolahan tambak yang lebih efektif dan efisien. Pada tambak percontohan Program SECURE, 80% area tambak direstorasi kembali menjadi hutan mangrove dan 20% area tambak dijadikan tambak dengan sistem SECURE. Ternyata hal ini telah terbukti menghasilkan panen udang dan ikan setara dengan 100% luas area tambak tradisional.
Lain halnya yang dilakukan di Desa Teluk Semanting, dimana Joint Program TJSL SMV dilaksanakan melalui Program Ekowisata Mangrove Bekelanjutan. Program ini bertujuan untuk mendukung keberlanjutan dan rehabilitasi area konservasi mangrove, serta pengembangan pariwisata lokal yang bertujuan membuka akses untuk peningkatan daya jual UMKM lokal, baik di bidang kuliner, akomodasi pariwisata, maupun kriya (pengembangan batik dengan pewarnaan alami mangrove). Selain itu, program ini turut meningkatkan biomasa ikan dan kepiting, serta mendukung pelestarian habitat bekantan (Nasalis larvatus), yang merupakan satwa endemik Kalimantan.
Pelaksanaan Joint Program TJSL SMV diproyeksikan dapat mengurangi CO2 sebanyak 5.940 ton CO2 dalam jangka waktu 10 tahun, merehabilitasi hutan mangrove seluas 756 Ha, mendorong berkembangnya kelompok UMKM setempat, serta meningkatkan partisipasi warga sekitar untuk menjaga lingkungan. Lebih jauh, program ini diharapkan juga dapat memberi manfaat peningkatan ekonomi dan sosial secara berkelanjutan bagi warga setempat, agar dapat menjadi warisan yang berharga bagi anak cucu mereka di masa mendatang.
Edwin Syahruzad, Direktur Utama PT SMI juga mengatakan bahwa PT SMI melalui program TJSL akan terus fokus kepada pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan. Hal ini selaras dengan kegiatan operasional bisnis perusahaan melalui pilar bisnisnya, Tidak hanya itu, Edwin juga menambahkan bahwa hingga di usia PT SMI yang hampir menginjak 14 tahun ini, dampak positif pembangunan yang memberikan peningkatan kepada sosial dan ekonomi masyarakat selalu jadi perhatian utama perusahaan.
Kedua program diatas yang digagas oleh SMV Kementerian Keuangan yang terdiri dari PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), PT Geo Dipa Energi (Persero), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, PT Penjamin Infrastruktur (Persero), PT Sarana Multigriya Finanasial (Persero), serta PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF), membuktikan kerjasama, kekompakan dan komitmen SMV untuk mengatasi isu perubahan iklim demi menyelamatkan bumi dan mendorong pertumbuhan yang lebih baik dan berkualitas melalui sinergi kegiatan yang tentunya didukung sepenuhnya oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan. Kita tidak mewarisi bumi dari nenek moyang, tapi kita meminjamnya dari anak cucu, sehingga upaya apapun yang kita lakukan pasti akan mengkontribusikan manfaat yang berarti untuk masa depan dan anak cucu kita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel