Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia hingga pimpinan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakini permintaan kredit masih tetap kuat pada 2023, meskipun akan memasuki tahun politik dan dibayangi perlambatan ekonomi secara global.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menuturkan bahwa Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) berkomitmen terus mendorong permintaan kredit, dengan tetap memerhatikan kondisi likuiditas di industri perbankan.
“Kawan-kawan perbankan tidak perlu khawatir, [likuiditas] akan kami pertahankan berlebih. Insentif akan kami lakukan sehingga pertumbuhan kredit adalah 10 – 12 persen tahun depan,” ujarnya dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023, Rabu (21/12/2022).
Sebelumnya, Perry meramalkan bahwa penyaluran kredit perbankan sampai dengan akhir 2022 dapat tembus di kisaran 9–11 persen. Proyeksi ini didukung oleh permintaan dari dunia usaha dan faktor penawaran perbankan.
Dari sisi penawaran atau supply perbankan, ada beberapa faktor utama yang membuat bank akan terus menyalurkan kredit. Salah satunya terkait likuiditas perbankan, yang dinilai masih sangat longgar tecermin dari alat likuid per dana pihak ketiga (AL/DPK) di atas 27 persen.
Dengan likuiditas yang masih longgar, Perry menyatakan kenaikan suku bunga acuan tidak akan membuat bank tergesa-gesa menaikkan suku bunga kredit. Saat ini, suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) berada di level 5,25 persen.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menuturkan kinerja perbankan masih menunjukkan pemulihan dan perbaikan seiring dengan menurunnya laju penyebaran Covid-19.
“Berdasarkan asesmen rencana bisnis bank, yang sudah kami kompilasikan tahun ini, diproyeksikan kredit pada 2023 akan tumbuh di semua sektor dengan mesin utama pertumbuhan adalah sektor perdagangan besar dan eceran,” ujarnya Selasa (20/12/2022).
Dian menambahkan sektor industri pengolahan juga akan menjadi motor pertumbuhan kredit. Dari jenisnya, kredit modal kerja diperkirakan mendominasi permintaan pada tahun depan.
Berdasarkan data OJK, kredit perbankan telah mencapai Rp6.333,51 triliun per Oktober atau naik 11,95 persen secara tahunan. Pertumbuhan ini didorong oleh kredit investasi yang meningkat hingga 13,65 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) juga diproyeksikan tetap tumbuh dengan kenaikan tertinggi terjadi pada giro dan tabungan. Jumlah DPK perbankan hingga Oktober lalu telah mencapai Rp7.927 triliun atau meningkat 9,41 persen secara tahunan.
Dian juga mengatakan bahwa dari sisi pengelompokan bank, pertumbuhan kredit dan DPK akan tumbuh di semua segmen kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI). Kontribusi terbesar diproyeksikan masih dipegang oleh KBMI 4.
KBMI 4 dihuni oleh bank-bank kakap, seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BBNI.
“Pengelolaan risiko juga tetap dilakukan secara hati-hati. Diproyeksikan risiko kredit, NPL [non-performing loan] maupun LAR [loan at risk] akan terus melandai, seiring dengan keyakinan permintaan kredit akan tetap cukup tinggi,” kata Dian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel