Amsyong! Kerugian Akibat Investasi Ilegal Rp109 Triliun pada 2022

Bisnis.com,29 Des 2022, 16:00 WIB
Penulis: Rika Anggraeni
ilustrasi iklan Binomo, salah satu situs investasi ilegal di Indonesia.

Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia Fintech Society (IFSoc) menyoroti kerugian akibat investasi ilegal di Indonesia yang mencapai nilai Rp109 triliun sepanjang 2022. Nilai tersebut naik 44 kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya bernilai Rp2,5 triliun pada 2021.

Steering Committee IFSoc Tirta Segara menilai angka kerugian yang naik sangat signifikan itu dikarenakan gap antara literasi dan inklusi keuangan di Indonesia yang masih cukup lebar.

Oleh sebab itu, Tirta meminta agar edukasi keuangan, perlindungan konsumen, dan penindakan tegas investasi ilegal, serta berbagai upaya pencegahan lainnya perlu didorong untuk membangun ekosistem yang kondusif.

“Ada juga catatan yang jadi pekerjaan rumah kita, yaitu korban dari investasi ilegal karena gap antara literasi dan inklusi yang cukup lebar, dan ini masih banyak yang jadi korban. Tahun ini angka kenaikannya sangat signifikan, naik sekitar 44 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya,” kata Tirta dalam Webinar bertajuk “Catatan Akhir Tahun 2022 - Momentum Penguatan Fondasi Fintech dan Ekonomi Digital”, seperti dikutip pada Kamis (29/12/2022).

Berdasarkan data Satgas Waspada Investasi (SWI), Tirta menuturkan terdapat jenis-jenis aktivitas ilegal banyak yang mengatasnamakan investasi atau aktivitas keuangan lainnya. 

Secara runut, jenis kegiatan investasi ilegal yang paling banyak adalah di area penawaran investasi tanpa izin, entitas melakukan kegiatan manajer investasi, dan perdagangan berjangka komoditi tanpa izin.

 “Kami menggarisbawahi bahwa edukasi masyarakat dan penindakan tegas adalah kunci dari pencegahan investasi ilegal,” imbuhnya.

Menurutnya, edukasi masyarakat dan penindakan tegas aktor-aktor yang terlibat dalam aktivitas investasi ilegal perlu terus didorong untuk melindungi masyarakat. 

Sementara itu, di bidang pengawasan koordinasi antar otoritas serta lembaga dinilai juga perlu dijaga guna mendorong perkembangan fintech di Indonesia.

Berdasarkan data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sektor perbankan masih menjadi sektor jasa keuangan dengan tingkat literasi dan inklusi keuangan yang tinggi, masing-masing indeks mencapai 49,93 persen dan 74,03 persen.

Sementara itu, tingkat literasi di sektor financial technology (fintech) mencapai 10,90 persen, sedangkan untuk inklusi keuangan fintech di angka 2,56 persen.

Secara nasional, OJK mencatat indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen pada 2022, naik dibandingkan posisi 2019 yang hanya 38,03 persen. 

Di sisi lain, indeks inklusi keuangan pada 2022 mencapai 85,10 persen meningkat dibanding tahun 2019 mencapai 76,19 persen. Hal tersebut menunjukkan gap antara tingkat literasi dan tingkat inklusi semakin menurun, dari 38,16 persen di tahun 2019 menjadi 35,42 persen pada periode 2022.

Tirta menuturkan, meski indeks literasi dan inklusi keuangan Indonesia meningkat dengan gap yang mengecil, akan tetapi dengan gap yang masih lebar masih menjadi pekerjaan rumah karena menimbulkan kerentanan.

Oleh karena itu, edukasi keuangan menjadi hal yang sangat krusial di dalam perlindungan konsumen, diikuti dengan perlindungan konsumen, dan penindakan tegas dapat menjadi bentuk mitigasi.

Gap ini sudah menurun tapi masih cukup lebar. Ini menimbulkan kerentanan dari para konsumen. Banyak dari konsumen yang sudah mengakses produk keuangan yang termasuk produk fintech, tapi tidak paham betul produk itu,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Feni Freycinetia Fitriani
Terkini