Bisnis.com, JAKARTA – Perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah tutup tahun 2022 pada Jumat (30/12/2022). Catatan selama setahun perdagangan, saham bank digital seperti PT Bank Jago Tbk. (ARTO), PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI), dan PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) kompak amblas.
Berdasarkan data dari RTI Business, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan akhir tahun 2022, Jumat (30/12/2022) dengan melemah 0,14 persen atau turun 9,45 poin ke level 6.850,61. Sepanjang sesi, IHSG bergerak di rentang 6.838,58—6.888,73.
Sejak awal Januari hingga penutupan perdagangan akhir tahun 2022 atau secara year to date (ytd), IHSG menguat 4,09 persen.
Sementara, harga saham bank digital terpantau kompak amblas sepanjang tahun. Harga saham ARTO memang menguat 5,98 persen pada penutupan perdagangan akhir tahun (30/12/2022) dan terparkir di level Rp3.720. Namun, harga saham ARTO anjlok 76,75 persen ytd.
Harga saham ARTO sempat mencapai level tertinggi Rp19.000 pada Januari 2022. Kemudian, harga terendah ARTO berada di level Rp3.300 pada Desember 2022.
Begitu juga dengan BBYB yang mencatatkan peningkatan harga saham 2,38 persen pada perdagangan Jumat (30/12/2022) ke level Rp645. Namun, harganya anjlok 70,68 persen secara ytd.
BBYB mencatatkan harga saham tertinggi di level Rp2.152 pada Januari 2022. Kemudian, harga terendah BBYB di level Rp625 pada Desember 2022.
Sementara, harga saham BBHI turun 1,12 persen pada penutupan perdagangan akhir tahun (30/12/2022) ke level Rp1.765. Harga saham BBHI juga amblas 56,15 persen ytd.
BBHI mencatatkan harga saham tertinggi di level Rp7.300 pada Januari 2022. Kemudian, harga saham terendah pada level Rp1.560 per Oktober 2022.
Harga saham bank digital lainnya PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) mencatatkan peningkatan 0,50 persen pada perdagangan Jumat (30/12/2022) ke level Rp404. Namun, sepanjang 2022, harga saham AGRO terjun 77,68 persen.
Harga saham AGRO sempat menyentuh harga tertinggi ke level Rp1.715 pada Januari 2022. Kemudian, harga terendah di level Rp402 pada Desember 2022.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan bahwa jebloknya kinerja saham bank digital sepanjang 2022 karena harganya yang terlalu mahal atau overvalued. Menurutnya, berdasarkan price to earning ratio (PER) dan price to book value (PBV), ada beberapa emiten bank digital saat ini yang mempunyai rasio di atas rasio rata-rata industri perbankan. "Ini [PBV dan PER] menjadi tertinggi di industri perbankan," katanya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Selain itu, bank digital juga belum menunjukkan kinerja yang meyakinkan. Sebab, sebagian bank digital masih mencatatkan kerugian seperti BBYB.
Ia mengatakan, proyeksi untuk tahun depan juga kurang positif selama emiten bank digital masih lumayan overvalued. "Jadi, masih ada potensi koreksi harga," ungkapnya.
Apalagi, bank digital dihadapkan pada masalah tren suku bunga acuan Bank Indonesia yang tinggi. "Kalau suku bunga naik lagi, menurut saya ini menjadi tantangan untuk bank digital karena mereka juga perlu menaikan suku bunga deposito agar bisa bersaing dengan bank konvensional," ujarnya.
Sementara, dengan naiknya suku bunga deposito, bank digital harus meningkatkan beban pembayaran bunga.
Ditambah, bank digital mesti menghadapi persaingan karena pertumbuhan jumlah bank digital baru diperkirakan masih terus berlanjut hingga tahun depan.
Analis MNC Sekuritas Tirta Widi Gilang Citradi mengatakan bahwa bank digital juga menghadapi berbagai tantangan pada 2023. "Ada yang sangat bergantung pada pendanaan berbiaya tinggi [rasio CASA rendah], investasi tinggi untuk infra TI tahap awal, NPL [nonperforming loan] yang lebih fluktuatif dan dengan demikian meningkatkan sensitivitas penilaian terutama selama tekanan kuat pada penjualan saham teknologi," jelasnya dalam riset pekan lalu (24/12/2022).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel