Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menghentikan kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 untuk sektor umum pada Maret 2023. Sementara itu, angka restrukturisasi Covid-19 perbankan tercatat mengalami penurunan.
Sebagaimana diketahui, OJK hanya memberlakukan perpanjangan restrukturisasi Covid-19 untuk tiga segmen, yakni segmen UMKM yang mencakup seluruh sektor, sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum, serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) hingga industri alas kaki.
Sedangkan untuk sektor umum, kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit Covid-19 tetap berlaku hingga Maret 2023.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyatakan bahwa seiring dengan akan berakhirnya restrukturisasi Covid-19 hingga Maret 2023, penyaluran kredit restrukturisasi perbankan pun mengalami penyusutan. "Restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp499,87 triliun per November 2022," katanya dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK pada Senin (2/1/2023).
Restrukturisasi kredit perbankan itu turun Rp13,27 triliun pada November 2022 dari posisi Oktober 2022 yang mencapai Rp513,14 triliun. Sementara, jumlah nasabah yang direstrukturisasi mencapai 2,40 juta nasabah.
Sejumlah bank pun mencatatkan penurunan restrukturisasi kredit menjelang akhir tahun lalu. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) misalnya, mencatatkan penurunan 66,2 persen total outstanding restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 secara tahunan (year on year/yoy) hingga mencapai Rp116,45 triliun per kuartal III/2022.
Total restrukturisasi Covid-19 BRI juga menyusut Rp139,92 triliun atau 54,5 persen dari akumulasi restrukturisasi Covid-19 periode Maret 2020 hingga September 2022 yang mencapai Rp256,37 triliun.
Dari sisi jumlah nasabah, saat ini tersisa 1,4 juta nasabah yang mendapatkan restrukturisasi kredit BRI. Jumlah nasabah itu juga turun dari akumulasi awal yang mencapai lebih dari 3,9 juta nasabah. Penurunan 87,0 persen jumlah nasabah penerima restrukturisasi kredit BRI ini didominasi oleh payment.
Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto mengatakan restrukturisasi merupakan upaya untuk menjaga performa kualitas kredit industri perbankan serta mendukung recovery pelaku usaha terdampak Covid-19.
“Kebijakan restrukturisasi memberikan dampak positif terhadap keberlanjutan usaha nasabah BRI, yang mayoritas UMKM," ujarnya kepada Bisnis.
Sebelumnya, BBRI juga memperkirakan bahwa hanya 10 persen dari total restrukturisasi kredit akibat Covid-19 yang tidak bisa diselamatkan. Sementara mayoritas sisanya kembali lancar.
"Mayoritas [kredit restrukturisasi] lancar kembali dan bisa membayar kewajibannya sesuai ketentuan. Bahkan banyak yang sudah lunas," kata Direktur Utama BRI Sunarso dalam konferensi pers virtual di Jakarta, beberapa waktu lalu (16/11/2022).
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) juga mencatatkan penurunan angka restrukturisasi kredit sebesar 24 persen yoy menjadi Rp59,5 triliun. Wakil Direktur Utama BNI Adi Sulistyowati mengatakan bahwa dari sisi kualitas aset, risiko atas kredit yang disalurkan atau loan at risk (LAR) juga turun 590 basis poin menjadi 19,3 persen per September 2022
“Kami pun terus berupaya menjadi LAR coverage atau rasio pencadangan untuk debitur LAR pada level yang memadai yakni sebesar 42,7 persen,” ujarnya dalam paparan kinerja kuartal III/2022 perseroan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel