Bisnis.com, JAKARTA – Setidaknya ada tiga bank digital yang mencatatkan untung pada akhir 2022. Pada 2023 ini, sejumlah bank digital optimistis bisa meraup cuan meski menghadapi sejumlah tantangan.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal III/2022, tiga bank digital di Indonesia yakni PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI), PT Bank Jago Tbk. (ARTO), dan PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) berhasil mencatatkan laba. Sedangkan, PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB), PT Bank Aladin Syariah Tbk. (BANK), dan PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR) masih merugi, bahkan kerugiannya membengkak.
Bank Jago berhasil mencatatkan laba Rp40,57 miliar pada kuartal III/2022. Raihan ini membalikkan posisi rugi yang dibukukan perseroan pada periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp32,6 miliar.
Lalu Allo Bank mampu membukukan laba bersih sebesar Rp209,02 miliar pada kuartal III/2022. Perolehan laba dari bank digital besutan Chairul Tanjung itu melesat 812 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Bank Raya berhasil mencatatkan laba hingga Rp32,47 miliar pada kuartal III/2022 dari kondisi merugi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,83 triliun.
Perolehan cuan pada tahun lalu berupaya dipertahankan oleh bank digital seperti Bank Raya. "Pencatatan laba [Bank Raya] pada kuartal III/2022 diharapkan dapat berlanjut," kata Sekretaris Perusahaan Bank Raya Ajeng Putri Hapsari kepada Bisnis pada Senin (2/1/2023).
Pada 2023, Bank Raya sendiri akan terus fokus pada pertumbuhan bisnis yang berkualitas dan berkesinambungan untuk mewujudkan misinya sebagai digital attacker BRI Group. Bank Raya sendiri merupakan bank digital besutan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI). Di Bank Raya, BRI mempunyai porsi kepemilikan 85,7 persen.
Dalam meraup cuan, Bank Raya berupa untuk mendorong penyaluran kredit dan menjaga kualitasnya. Ke depan, Bank Raya juga juga berupa fokus pada perbaikan kualitas aset. "Kami juga memberikan ruang bagi perusahaan untuk menajamkan fokus efisiensi dan efektivitas kegiatan operasional," ujar Ajeng.
Sementara itu, Bank Neo Commerce (BNC) masih mencatatkan kerugian Rp601,2 miliar pada kuartal III/2022. Jumlah rugi bersih yang dibukukan bank digital milik Akulaku ini naik jika dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu, yakni Rp264,7 miliar.
Meski begitu, Bank Neo Commerce optimis bisa meraup laba pada 2023. “Kami menargetkan untuk dapat catatkan laba full year dan menjadikan tahun 2023 sebagai tahun profitable bagi BNC,” ujar Direktur Utama Bank Neo Commerce Tjandra Gunawan dalam paparan publik.
BNC sendiri optimis bisa meraup laba tahun ini karena dapat sokongan modal hasil rights issue. BNC telah menjalankan aksi korporasi penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau right issue dengan menerbitkan sebanyak-banyaknya 2,61 miliar saham.
Direktur Utama Bank Neo Commerce Tjandra Gunawan mengatakan dana dari right issue itu dinilai cukup untuk perseroan meraih berbagai target yang sudah ditetapkan untuk tahun depan, salah satunya peningkatan aset hingga 20–30 persen.
Bank digital lainnya yakni Bank Aladin mencatatkan kerugian yang membengkak hingga 141,12 persen yoy pada kuartal III/2022 menjadi Rp146,41 miliar dibandingkan Rp60,72 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Bank Amar juga mencatatkan rugi mencapai Rp172,86 miliar pada kuartal III/2022. Kondisi ini berbalik dari kuartal III/2021 yang untung Rp565,18 juta.
Tantangan Bank Digital Pada 2023
Di tengah optimisme meraup cuan, bank digital nyatanya menghadapi sejumlah tantangan tahun ini. "Tantangannya adalah bagaimana bank digital itu dapat melakukan funding dengan cara yang tepat di tengah tren kenaikan suku bunga," ungkap Analis MNC Sekuritas Tirta Widi Gilang Citradi.
Diketahui, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) telah meningkatkan secara beruntun sejak Agustus 2022 hingga Desember 2022. Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 21–22 Desember 2022 telah menaikan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 5,50 persen.
Kenaikan suku bunga acuan BI itu menurutnya akan memengaruhi kinerja bank digital. Menurutnya, saat ini proporsi struktur dana pihak ketiga (DPK) bank digital masih didominasi oleh deposito. Bank digital juga agresif menggalang dana dengan menawarkan bunga lebih tinggi. Hal tersebut membuat cost of fund lebih tinggi.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin juga menyebutkan bahwa bank digital akan menghadapi sejumlah tantangan tahun depan. Pertama, mengembangkan inovasi produk dan layanan.
Kedua, menjangkau masyarakat yang belum bankable untuk bisa akses ke bank digital. "Ketiga, efisiensi proses serta biaya yang lebih ditekan," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel