Baru Separuh Fintech Penuhi Modal Inti, Pengamat: Berkurang Lebih Baik

Bisnis.com,09 Jan 2023, 16:55 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Ilustrasi layanan jasa keuangan financial technology (fintech) crowdfunding./ Freepik.

Bisnis.com, JAKARTA — Aturan modal inti bagi perusahaan  penyelenggara financial technology peer-to-peer lending (fintech P2P lending) atau pinjaman online (pinjol) yang telah berjalan setahun terakhir diyakini efektif untuk menjadi 'seleksi alam' kelanjutan industri.   

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai aturan modal yang mewajibkan setiap penyelenggara pinjol untuk memenuhi ekuitas Rp12,5 miliar dapat menyaring mana penyelenggara yang lebih siap menghadapi tantangan ke depan.

“Ya sebenernya syarat modal minimum itu merupakan hal yang positif dan perlu dapat dukungan karena fintech ini sedang menghadapi tekanan dari lonjakan kredit macet dan juga masalah soal manajemen resiko,” tutur Bhima saat dihubungi Bisnis, Senin (9/1/2023).

Selain itu, Bhima menekankan dengan sedikitnya penyelenggara yang terdaftar akibat seleksi modal ini justru mendatangkan banyak keuntungan. Termasuk terbukanya opsi sesama fintech P2P lending melakukan merger atau akuisisi dalam rangka meningkatkan modal minimum. Bahkan, lanjut Bhima, kemungkinan penyelenggara mendapatkan kucuran dana dari perbankan untuk peningkatan modal sekaligus mempermudahkan pengawasan.

“Kalau bisa 20 perusahaan fintech [yang tersisa] pengawasannya jadi lebih mudah. Biaya pengawasannya jadi lebih mudah. Kemudian juga dari sisi kualitas penyaluran pinjaman, sehingga penyaluran pinjaman ke sektor produktif, kemudian ke pelaku UKM [Usaha Kecil dan Menengah],” katanya.

Terlepas dari aturan modal, Bhima pun menyampaikan bahwa bertahannya fintech P2P lending saat ini juga sudah masuk dalam 'seleksi alam'. Menurutnya fintech dengan manajemen resiko yang baik akan bertahan dan mendapatkan suntikan modal dari bank .

“Jadi tidak ada masalah [soal aturan modal],” imbuhnya.

Dia pun menyatakan agar fintech P2P lending yang belum memenuhi syarat aturan modal untuk melakukan dua hal. Pertama mereka harus berkolaborasi dengan sesama fintech atau dengan lembaga keuangan, contohnya dengan menjadi bagian dari anak usaha. “Atau dia [fintech P2P lending] terpaksa harus melikuidasi dan itu dari dulu di dorong ada konsolidasi fintech. Mungkin sekarang saat yang tepat. Jadi bukan menghambat sebenarnya karena kalau terlalu banyak perusahaan fintech juga jadi susah untuk masyarakat membedakan mana fintech legal dan fintech ilegal. Kalau jumlahnya sedikit kan jadi lebih gampang,” tandasnya.

Dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022 (POJK 10/2022) tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi pada ayat (2) huruf c menyebutkan penyelenggara wajib setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp12,5 miliar yang berlaku 3 tahun terhitung POJK ini diundangkan.

Untuk diketahui, POJK 10/2022 tersebut diundangkan pada 4 Juli 2022. Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat baru 58 penyelenggara financial technology peer-to-peer lending (fintech P2P lending yang telah memenuhi ekuitas minimal sebesar Rp12,5 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini