Bisnis.com, JAKARTA — Perbankan akan menghadapi sejumlah tantangan dalam menjaga kredit macet seiring santernya isu resesi pada 2023. Perbankan besar seperti BRI (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), hingga BCA (BBCA) pun mengandalkan pencadangan kredit macet atau nonperforming loan (NPL) coverage agar tetap memadai.
Corporate Secretary PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) Aestika Oryza Gunarto mengatakan bahwa NPL coverage bank only di BRI sangat memadai.
“Pada akhir November 2022 NPL coverage BRI mencapai 278,07 persen,” katanya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Untuk menjaga kredit macetnya tahun ini, bank juga berhati-hati dalam menyalurkan kredit. BRI misalnya berfokus menyalurkan kredit kepada sektor-sektor potensial dan eksposur minimum, seperti pertanian hingga industri bahan kimia.
BRI sendiri berdasarkan laporan keuangan terakhirnya masih mencatatkan rasio kredit macet yang rendah. Per kuartal III/2022, NPL gross BRI berada di level 3,14 persem, lalu NPL nett BRI di level 0,87 persen.
Begitu juga dengan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA). Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan bahwa BCA terus menyiapkan berbagai cara dalam menjaga kualitas kreditnya tahun ini, salah satunya melalui pencadangan NPL dan pencadangan loan at risk (LAR).
“Pencadangan NPL dan pencadangan LAR masih berada pada level yang solid, masing-masing sebesar 247,9 persen dan 49,9 persen,” ujar Hera.
BCA juga menjaga kualitas kreditnya melalui penyaluran kredit secara hati-hati. Hera menuturkan BCA menyalurkan kredit secara prudent, mengkaji peluang di berbagai sektor, sekaligus mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dengan penerapan manajemen risiko yang disiplin.
Berdasarkan data, BCA masih mencatatkan NPL yang rendah pada tahun lalu. Per kuartal III/2022, BCA mencatatkan NPL gross 2,16 persen dan NPL net 0,66 persen.
Selain itu, PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) juga menyiapkan pencadangan NPL mereka untuk menghadapi sejumlah tantangan pada tahun ini. Hingga kuartal III/2022, NPL coverage Bank Mandiri mencapai 292 persen.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha mengatakan bahwa Bank Mandiri secara aktif telah membentuk pencadangan yang memadai. "Kami lakukan pencadangan melalui implementasi manajemen risiko yang optimal untuk mendukung ekpansi bisnis," ungkapnya.
Bank Mandiri mencatatkan NPL gross 2,26 persen per kuartal III/2022. Lalu, NPL nett Bank Mandiri tercatat di level 0,31 persen.
Sebelumnya, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan bahwa perbankan akan menghadapi berbagai tantangan dalam menjaga kualitas kreditnya tahun ini. Salah satu tantangannya adalah kekhawatiran akan resesi global.
Saat resesi global, inflasi akan meninggi. Bagi sektor perbankan, ini dikhawatirkan akan membawa masalah pada kualitas kredit.
"Bagaimanapun bank mesti hati-hati di tengah terpaan resesi, NPL akan tinggi," ujarnya kepada Bisnis.
Selain itu, restrukturisasi kredit Covid-19 pada sektor umum akan berakhir Maret 2022. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya memperpanjang restrukturisasi Covid-19 pada tiga segmen saja, yakni UMKM, penyediaan akomodasi dan makan-minum, serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil, produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki.
Menurut Amin, restrukturisasi nyatanya bermanfaat banyak bagi perbankan dalam menjaga kualitas kreditnya. Dengan berakhirnya restrukturisasi pada sektor umum, kualitas kredit pun dikhawatirkan akan memburuk.
"Perbankan harus bersiap. NPL di sektor yang sudah tidak lagi direstrukturisasi akan merangkak naik," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel