Bisnis.com, JAKARTA - Wacana pembentukan badan layanan umum batu bara sebagai upaya mengatasi sengkarut pasokan batu bara untuk pembangkit listrik milik PT PLN (Persero) hingga kini belum juga terealisasi. Malahan, rencana tersebut tengah dikaji ulang dan hendak diubah.
Di tengah semakin melebarnya disparitas harga batu bara di pasar ekspor dengan harga DMO, dibutuhkan segera sebuah solusi permanen untuk menjamin kepastian terpenuhinya kebutuhan batu bara untuk ketenagalistrikan umum. Pasalnya, pasokan batu bara ke pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) kerap seret saat harga emas hitam itu melambung tinggi. Bahkan, pasokan ke PLTU sempat krisis yang berujung diberlakukannya larangan ekspor batu bara pada awal tahun lalu.
Menyusul krisis pasokan batu bara tersebut, mengemuka usul pembentukan badan layanan umum (BLU) batu bara. BLU akan bertugas mengumpulkan pemungutan dana dari seluruh produsen batu bara dan menyalurkannya kembali kepada pemasok batu bara dalam negeri untuk PLN dan industri lainnya, kecuali smelter, atas selisih pembayaran harga batu bara acuan (HBA) aktual dengan HBA DMO batu bara. Saat ini, harga jual batu bara dalam negeri untuk kelistrikan umum dipatok sebesar HBA US$70 per metrik ton, sementara untuk industri semen dan pupuk sebesar US$90 per metrik ton.