Ekspor Sumut Tahun Ini Berpotensi Turun

Bisnis.com,18 Jan 2023, 18:47 WIB
Penulis: Ade Nurhaliza
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, MEDAN - Berbagai spekulasi akan ketidakpastian perekonomian global kian menguat di awal tahun 2023. Bayangan resesi dan inflasi yang mengancam kondisi ekonomi negara pun seolah tak bisa hilang dari permukaan.

Dari sekian indikator yang memengaruhi perekonomian negara, khususnya wilayah Sumatra Utara, impor dan ekspor masuk di dalamnya.

Pengamat Ekonomi Sumut Gunawan Benjamin berpendapat dari sisi kuantitas dan pendapatan dalam nominal, ekspor Sumut di tahun 2022 lebih tinggi dibandingkan dengan 2021. Setidaknya dalam hal ini ada dua faktor yang membuat ekspor SUMUT di tahun 2022 lebih baik.

"Yang pertama adalah kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) yang menjadi level tertinggi sepanjang sejarah di tahun 2022 kemarin. Harga CPO sempat menyentuh 7.200 ringgit per ton pada april 2022. Kedua, secara agregat terjadi peningkatan penjualan CPO dari sisi kuantitas. Ketiga, adalah pemulihan ekonomi global di mana China dan India masih mampu mempertahankan pertumbuhan ekonominya," ujar Gunawan, Rabu (18/1/2023).

Menurutnya, ketiga faktor tersebutlah yang membuat ekspor Sumut pada 2022 naik sebesar $13,4 miliar. Sementara untuk impor, Gunawan menilai angkanya relatif tidak mengalami perubahan besar setiap bulan sepanjang 2022.

"Impor cenderung bergerak stagnan, meskipun tetap lebih tinggi dibandingkan dengan relaisasi di tahun 2021 sebelumnya. Impor diperkirakan akan menyentuh $6,2 miliar pada 2022. Dengan begitu neraca dagang Sumut pada 2022 diproyeksikan akan mencatat surplus $5,8 miliar," sambung Gunawan.

Begitu pun, capaian ini diperkirakan akan menurun pada tahun ini akibat ekspor unggulan Sumut seperti CPO, kembali dibatasi. Meskipun ada permintaan domestik penggunaan CPO untuk bahan campuran solar sebesar 35 persen atau B35. Sehingga ia pun memprediksi bahwa ekspor berpeluang turun.

Namun, hal tersebut dinilai tidak akan mengganggu aktivitas ekonomi Sumut meskipun banyak ditopang oleh komoditas sawit.

"Penurunaan ekspor di tahun ini juga dipicu oleh ekspektasi dimana harga CPO dunia tidak akan sebaik tahun 2022 kemarin. Ditambah lagi pemerintah belakangan ini terus membatasi ekspor CPO dengan serangkaian kebijakan yang diambil," ucap Gunawan.

Harga CPO diproyeksikan akan berada di bawah RM4.500 per ton sebagai level harga batas atas, dan batas bawah ada di level RM3.200 per tonnya.

"Jadi kalau seandainya surplus ini mau dipertahankan, maka mengurangi impor bukanlah ide yang bagus. Dengan catatan surplus yang masih tinggi, impor Sumut sebenarnya belum memiliki urgensi yang besar untuk dikendalikan (diturunkan). Karena impor justru memiliki korelasi yang cukup besar terhadap laju pertumbuhan ekonomi di Sumut," begitu jelasnya lagi.

Sehingga kalau impor ditekan, sambungnya, justru ini mengindikasikan adanya pelemahan aktivitas ekonomi yang ada di wilayah Sumut.

"Oleh karena itulah jika pemerintah memandang perlu untuk mengendalikan neraca perdagangan, atau mempertahankan besaran surplusnya, maka sebaiknya keran ekspor yang diperlebar, karena bergantung kemauan politik dari pemerintah," pungkas Gunawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ajijah
Terkini