Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah akan melakukan penyesuaian pada aturan penempatan devisa hasil ekspor (DHE). Langkah semakin tegas ini disambut hangat oleh sejumlah bankir lantaran dinilai dapat mendorong likuiditas valas di Tanah Air.
Corporate Secretary PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), Aestika Oryza Gunarto menjelaskan pihaknya secara bertahap dan terukur melakukan kajian atas penerimaan devisal hasil ekspor. BRI juga menyiapkan wadah penempatan atas dana tersebut di pasar keuangan domestik.
"BRI juga mempersiapkan infrastruktur internal bank untuk mengakomodir ketentuan-ketentuan yang wajib dipenuhi seperti pemberian flagging atas penempatan DHE ke dalam instrumen BI," jelas Aestika kepada Bisnis, Selasa (17/1/2023).
Aestika melanjutkan, upaya yang dilakukan diantaranya dengan memastikan sumber dana yang ditempatkan ke dalam instrumen BI tersebut berasal dari DHE, hingga mengecualikan dana penempatan DHE ke dalam instrumen BI tersebut dari komponen Dana Pihak Ketiga (DPK) yang diperhitungkan dalam Giro Wajib Minimum (GWM) dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM).
"Rencana perluasan sektor yang wajib menempatkan DHE di dalam negeri seperti industri manufaktur dalam revisi PP Nomor 1/2019 juga dapat mendorong pertumbuhan likuiditas valas seiring dengan peningkatan ekspor dan surplus neraca perdagangan," pungkas Aestika..
Sedikit berbeda, Direktur Segara Institut Piter Abdullah Redjalam menyampaikan bahwa penyesuaian aturan DHE dinilai tanggung. Kebijjakan ini tidak akan terlalu mendongkrak cadangan devisa secara signifikan sejauh penempatan DHE masih dalam bentuk dolar.
"Penempatan DHE di perbankan domestik dan penempatan nya diinstrumen valas hanya sementara, yang pada waktunya akan keluar lagi. Selama masih dalam bentuk dolar dan tidak dikonversi ke rupiah, dolar DHE tersebut tidak menjadi supply efektif yang akan membantu stabilisasi nilai rupiah," jelas Piter kepada Bisnis, Selasa, (17/1/2023).
Lebih lanjut Piter menambahkan, pemerintah perlu mempertimbangkan adanya gebrakan yang mengatur penempatan DHE menggunakan satuan mata uang rupiah. "Yang kita butuhkan kebijakan yang lebih tegas, sebagian DHE [tidak harus semuanya] misal 50 persen pada sektor-sektor tertentu, seperti pertambangan perkebunan, harus ditukar ke rupiah," tambah Piter.
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), Jahja Setiaatmadja telah lebih dahulu menilai aturan penyesuaian DHE yang akan dilaksanakan pemerintah mampu memperkuat perekonomian nasional, khususnya pada nilai tukar rupiah.
"Jika dilakukan secara baik maka itu akan menambah suplai dari USD [dolar Amerika Serikat], karena kita lihat ada penguatan dari pada rupiah terhadap dollar AS," ujar Jahja di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (16/1/2023).
Senada, saat ditanyai mengenai persiapan BCA menyambut revisi aturan DHE tersebut, Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menjelaskan pihaknya akan berkoordinasi mengkaji produk bagi nasabah ke depan.
"Kami akan berkoordinasi dengan pemerintah regulator, dan mengkaji rencana kebijakan tersebut, dalam rangka menyiapkan strategi yang tepat untuk senantiasa memberikan nilai tambah, edukasi, produk, dan layanan yang optimal bagi segenap nasabah," pungkas Hera kepada Bisnis Selasa (17/1/2023).
Untuk diketahui sebelumnya, pemerintah akan menambah daftar sektor yang harus menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri dengan melakukan penyesuaian pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 1/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
Hingga saat ini, hanya sektor pertambangan dan perkebunan, kehutanan dan perikanan yang devisanya diwajibkan masuk ke dalam negeri. Adapun, salah satu perluasan sektor yang akan ditambahkan yakni manufaktur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel