Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih melanjutkan langkahnya untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada Februari mendatang.
Senior Economist DBS Group Research Radhika Rao memperkirakan Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada Februari 2023 menjadi 6 persen. Kebijakan itu dilakukan menyusul kenaikan 25 bps pada bulan sebelumnya.
“Kondisi likuiditas di dalam negeri kemungkinan tetap kondusif untuk BI mempertahankan sikap pro-pertumbuhan,” katanya dalam keterangan resmi yang dikutip Bisnis, Minggu (29/1/2023).
Radhika menyampaikan bahwa pembuat kebijakan Indonesia mendapatkan kepercayaan diri karena inflasi domestik yang telah mencapai puncaknya. Kondisi itu terjadi bersamaan dengan meredanya gejolak di pasar keuangan global karena kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) yang lebih kecil.
Tingkat inflasi Indonesia pada Desember 2022 tercatat sebesar 5,5 persen secara tahunan, melewati target BI sebesar 2 persen hingga 4 persen. Sementara itu, inflasi inti terjaga sebesar 3,36 persen secara tahunan.
Radhika berpendapat, dengan inflasi yang telah melewati puncaknya dan bank sentral AS yang diperkirakan menghentikan siklus kenaikan suku bunganya pada tahun ini, Indonesia tidak lagi berada dalam keadaan mendesak untuk menaikkan suku bunga secara agresif.
Selain itu, dia mengatakan prioritas lain bank sentral saat ini adalah menarik likuiditas mata uang asing (valuta asing/valas) kembali ke pasar keuangan dalam negeri.
Sekadar informasi, pada Desember 2022 lalu, BI mengenalkan instrumen moneter valas baru untuk menarik devisa hasil ekspor ke pasar dalam negeri dengan menawarkan imbal hasil yang lebih kompetitif.
Selain meningkatkan ketersediaan mata uang asing domestik, arus masuk devisa hasil ekspor akan mendukung stabilitas rupiah.
Pada Januari 2023, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa keputusan kenaikan suku bunga pada Januari 2023 merupakan langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking, memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan.
Perry mengatakan, kenaikan suku bunga sebesar 225 bps sejak Agustus 2022 memadai untuk memastikan inflasi inti tetap berada dalam kisaran 2–4 persen pada semester I/2023 dan inflasi umum kembali ke dalam sasaran 2 persen –4 persen pada semester II/2023.
Sementara tu, pada kesempatan yang berbeda, ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan suku bunga acuan BI akan berada pada level 5,75 persen sepanjang 2023. Artinya, menurut dia BI akan menyetop kenaikan suku bunga acuan lebih lanjut.
Namun demikian, Faisal menilai bahwa BI akan tetap mewaspadai perkembangan ekonomi global ke depan yang masih penuh dengan ketidakpastian.
Di sisi inflasi, dia mengatakan bahwa inflasi domestik akan tetap berada di atas sasaran BI setidaknya hingga semester I/2023, sebagai dampak putaran kedua penyesuaian harga BBM terhadap barang dan jasa lainnya dan akibat low based effect pada semester I/2022.
“Kami memperkirakan inflasi akan terus menurun pada paruh kedua menuju 3,60 persen pada akhir 2023,” kata dia.
Di sisi eksternal, sebagian besar bank sentral utama dunia telah mengumumkan bahwa kenaikan suku bunga kebijakan pada 2023 tidak akan seagresif pada 2022 seiring dengan meredanya inflasi global.
Kenaikan suku bunga kebijakan global diperkirakan mencapai puncaknya pada akhir semester pertama tahun 2023. Pasar pun memproyeksikan Fed Funds Rate hanya akan meningkat sebesar 25 bps pada tahun ini.
“Sikap yang kurang hawkish ini telah mendorong aliran modal masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, khususnya di pasar obligasi. Meskipun terjadi aliran modal keluar di pasar saham pada Januari 2023, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada dalam tren apresiasi,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel