Bisnis.com, JAKARTA— Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyiapkan mitigasi agar tidak kembali defisit pada 2024 mendatang. Bayang defisit tercipta setelah pemerintah memutuskan menaikkan tarif yang harus dibayar badan kepada rumah sakit dalam INA CBGs dan kapitasi kepada klinik dan puskesmas terhitung awal 2023.
Direktur Perencanaan, Pengembangan, dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan Mahlil Ruby mengatakan pihaknya akan melakukan pengendalian sebagau upaya menangkal defisit yang mungkin terjadi. Menurutnya, pemerintah telah berkomitmen tidak menaikkan iuran meski menaikkan tarif INA CBGs dan kapitasi yang harus dibayar BPJS Kesejahatan.
”Iuran [dari peserta] tidak naik dan tarif [INA CBGs serta kapitasi yang harus dibayar] naik, maka BPJS Kesehatan akan mengendalikan biaya untuk FKRTL [Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan/rumah sakit] agar tidak kelebihan pemanfaatannya [over utilisasi] dan fraud,” kata Mahlil kepada Bisnis, Senin (31/1/2023).
Tidak hanya itu, BPJS Kesehatan juga berharap adanya peningkatan layanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Terlebih tarif kapitasi saat ini sudah naik berdasarkan Peraturan Menkes (Permenkes) Nomor 3 Tahun 2023. Hal tersebut untuk mengurangi rujukan ke Rumah Sakit (RS) yang meningkatkan biaya manfaat.
“Peningkatan pelayanan di FKTP sehingga peserta tidak sampai dirujuk atau komplikasi,” tuturnya.
Sebelumnya, Mahlil juga menjelaskan faktor yang dapat menyebabkan BPJS defisit pada 2024. Kondisi tersebut dapat terjadi apabila tarif yang dibayarkan BPJS Kesehatan naik, sementara iuran turun. Dia mengatakan iuran turun dapat terjadi karena beberapa hal.
“Kalau pun turun [iuran] karena peserta tidak aktif atau tertunggak iuran, peserta PHK, perusahaan tutup, pemerintah tidak bayar lagi iuran peserta PBI [Penerima Bantuan Iuran] pada saat cleansing,” katanya.
Mahlil menyebutkan bahwa keadaan tersebut dapat saja turun ataupun naik. Namun, dia melihat bahwa menurut data ril ada terjadi penurunan pada 2022. Hal tersebut lantaran peserta PBI dikurangi 14 juta jiwa pada akhir 2021. Ini yang membuatnya melihat apabila kondisi tersebut terus terjadi maka akan defisit.
“Yang kurangi adalah Kemensos [Kementerian Sosial] dengan alasan pemadanan data karena ada NIK [Nomor Induk Kependudukan] enggak sesuai dan ada yang meninggal,” ungkap Mahlil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel