Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BBRI melaporkan transaksi agen BRILink sepanjang 2022 mencapai Rp1.297 triliun.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan Direktur Utama BBRI Sunarso yang mengatakan transaksi agen BRILink nyaris tembus Rp1,3 kuadriliun.
"Transaksinya enggak main-main, kecenderungannya digital memang naik, tapi lewat Agen BRILink setahun mencapai sekitar Rp.1,3 kuadriliun. Itu fakta dan realita, padahal agen BRILink adalah hybrid bank dengan bisnis proses yang digital," jelas Sunarso dalam keterangan resminya, Kamis (2/2/2023).
Bos BBRI tersebut menambahkan, torehan nilai transaksi tersebut didapat sejalan dengan proses akselerasi akses produk perbankan melalui digitalisasi di masyarakat daerah, yang jadi fokus penetrasi BRI.
Lebih lanjut, BBRI menjelaskan bahwa pelaksanaan bisnis berbasis hybrid bank atau perpaduan pengembangan digitalisasi di perbankan menjadi strategi BRI dalam memacu ekspansi bisnis.
Hal tersebut dilakukan mengingat fokus BRI yang membidik sektor informal hingga usaha mikro melalui Holding Ultra Mikro.
"Dibuat fully digital nggak laku, mungkin laku di kota besar, tapi karena masih ada (di daerah) yang gak paham digital. Makanya kita layani secara konvensional, tapi kalau konvensional aja, sekian tahun ganti generasi, BRI akan ketinggalan. Maka kita kembangkan hybrid bank, kita digitalkan core-nya, ekosistemnya kita rangkai secara digital, dan digital proposition-nya kita perkuat," pungkas Sunarso.
Untuk diketahui sebelumnya, BBRI memang tengah fokus menjaring nasabah holding ultra mikro yang ditargetkan mencapai 45 juta nasabah hingga 2025 mendatang.
Sunarso menyampaikan bahwa hingga saat ini, total nasabah holding ultra mikro tercatat sebanyak 33,8 juta nasabah.
"Sekarang kita sudah bisa melayani 33,8 juta nasabah ultra mikro dari target 45 juta. Maka dari itu kita sepakat rasanya sih optimis kita bisa tercapai 45 juta [nasabah] di tahun 2025," jelas Sunarso beberapa waktu lalu.
Untuk mengejar target yang telah ditetapkan tersebut, Sunarso menjelaskan bahwa strategi yang akan dijalankan oleh pihaknya adalah dengan melakukan percepatan melalui proses digitalisasi.
"Memang tantangan berat melayani ultra mikro yang kecil-kecil ini hanya dua sebenarnya. Pertama, biaya operasional mahal dan kedua biaya risikonya juga tinggi. Maka untuk menjawab dua tantangan ini hanya satu saja pelurunya yakni digitalisasi," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel