Intip Kabar Restrukturisasi Covid-19 di Bank Mandiri (BMRI) hingga BNI (BBNI) Jelang Penghentian

Bisnis.com,05 Feb 2023, 21:16 WIB
Penulis: Fahmi Ahmad Burhan
Karyawan melayani nasabah di kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta. /Bisnis-Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menghentikan kebijakan restrukturisasi Covid-19 secara umum pada Maret 2023, dan hanya memperpanjangnya untuk tiga sektor saja.

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) hingga PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) pun mencatatkan penurunan angka restrukturisasi Covid-19 pada 2022.

Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan bahwa restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 di Bank Mandiri secara konsisten menunjukan tren yang melandai seiring dengan momentum pertumbuhan ekonomi. 

Sampai dengan akhir Desember 2022 total restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 secara bank only di Bank Mandiri yaitu sebesar Rp35,9 triliun, turun dibandingkan 2021 yang mencapai Rp69,7 triliun. 

"Selain itu, sebagai langkah antisipasi potensi penurunan kualitas kredit, kami terus menjaga pembentukan pencadangan," imbuh Darmawan beberapa waktu lalu.

Begitu juga dengan BNI yang mencatatkan penurunan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 dari Rp72,1 triliun per akhir 2021 menjadi Rp49,6 triliun per akhir 2022. Angka restrukturisasi Covid-19 itu hanya mencapai 7,8 persen dari total penyaluran pinjaman BNI pada 2022.

Periode yang sama, BCA mencatatkan penurunan angka restrukturisasi kredit dampak Covid-19 dari Rp82,5 triliun pada akhir 2021 menjadi Rp62,2 triliun pada akhir 2022.

"Penurunan portofolio restrukturisasi kredit ini telah mendorong penurunan loan at risk (LAR) secara keseluruhan," jelas Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F Haryn.

Tercatat, rasio LAR di BCA turun dari 14,6 persen pada 2021 menjadi 10 persen pada 2022.

Seiring dengan penurunan angka restrukturisasi kredit dampak Covid-19, OJK akan menghentikan kebijakan restrukturisasi itu pada Maret 2023 secara umum. OJK hanya akan memperpanjang restrukturisasi kredit Covid-19 secara terbatas, yakni kepada tiga segmen dan wilayah tertentu saja. 

Tiga segmen yang diperpanjang restrukturisasinya adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), penyediaan akomodasi dan makan-minum, serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar. Sementara, berdasarkan wilayah, OJK masih mempertimbangkan bahwa Provinsi Bali belum pulih sepenuhnya dari Covid-19.

Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto mengatakan bahwa sebenarnya sudah banyak negara yang menghentikan kebijakan restrukturisasi tersebut seiring dengan pemulihan ekonomi pasca pandemi. Berdasarkan hasil survei International Monetary Fund (IMF), terdapat 51 negara di dunia sudah meisasi kebijakan restrukturisasi Covid-19 mereka. 

"Di negara G20, hanya Indonesia yang masih menjalankan restrukturisasi," ujarnya dalam seminar virtual yang digelar oleh Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) pada akhir bulan lalu.

Sementara, menurutnya OJK masih memperpanjang restrukturisasi Covid-19 secara terbatas karena mempertimbangkan adanya potensi cliff effect. Ia mengatakan ketika restrukturisasi terlalu cepat dihentikan maka akan menimbulkan cliff effect di industri perbankan. "Kemudian, terjadi kredit crunch [kegentingan] yang akan menghambat pemulihan ekonomi," katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini