Bisnis.com, JAKARTA — PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menjelaskan bahwa bank digital seperti PT Bank Jago Tbk (ARTO) dan PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) mempunyai keunggulan dari sisi permodalan hingga ekosistem yang mumpuni untuk mengarungi tahun ini.
Analis Pefindo Kreshna Dwinanta Armand mengatakan bahwa bank digital mempunyai sejumlah faktor pendorong pertumbuhan bisnis tahun ini, salah satunya permodalan. Bank digital mempunyai rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) yang tinggi.
Bank Jago misalnya mempunyai CAR 97,50 persen pada kuartal III/2022, kemudian Allo Bank mempunyai CAR 78,36 persen, dan PT Bank Aladin Syariah Tbk. (BANK) mempunyai CAR 400 persen.
CAR mereka lebih besar dibandingkan bank konvensional seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang mencapai 25,8 persen pada Desember 2022, kemudian PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mempunyai CAR 19,46 persen pada akhir 2022.
Dengan CAR yang besar, bank bisa leluasa untuk berekspansi serta menjajal peluang pasar perbankan yang lebih luas.
“Namun, kami melihat bahwa secara umum CAR yang lebih tinggi di bank digital tidak selalu berarti posisi yang lebih baik daripada bank konvensional,” ujar Kreshna dalam risetnya pada Selasa (7/2/2023).
Menurutnya, CAR yang lebih besar di bank digital terjadi karena mereka mempunyai modal yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Dia mengatakan bank digital baru bertransformasi dan baru saja menambahkan modalnya untuk pemenuhan aturan.
"Jadi CAR mereka juga berada di level yang sangat tinggi,” ungkap Kreshna.
Selain itu, faktor pendorong bank digital adalah ekosistem yang luas. Pasalnya, beberapa bank ini didirikan untuk melengkapi bisnis jasa keuangan yang telah dibentuk oleh grupnya.
Sejumlah bank digital memang mempunyai ekosistem yang besar yang dibawa induknya. Bank Jago misalnya gencar memperluas ekosistem di GOTO. Kemudian, Allo Bank mempunyai ekosistem di CT Corp. Artinya, kata dia, mereka sudah memiliki beberapa tingkat captive market.
Namun, dia mengatakan ada sejumlah tantangan yang mesti dihadapi bank digital, diantaranya ukuran keberlanjutan bisnis, rekam jejak yang singkat, serta model yang bergantung pada ketersediaan dan penetrasi infrastruktur internet di pasar.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani juga mengatakan bahwa bank digital dihadapkan pada masalah tren suku bunga acuan Bank Indonesia yang tinggi tahun ini.
"Kalau suku bunga naik terus, menurut saya ini menjadi tantangan untuk bank digital karena mereka juga perlu menaikan suku bunga deposito agar bisa bersaing dengan bank konvensional," ujarnya.
Kinerja Bank Digital
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia bulan lalu memang telah memutuskan untuk kembali menaikan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen. Kenaikan suku bunga acuan BI itu menjadi yang keenam kalinya terjadi secara beruntun sejak Agustus 2022.
Sementara itu, dengan naiknya suku bunga deposito, bank digital harus meningkatkan beban pembayaran bunga. Ditambah lagi, bank digital harus menghadapi persaingan karena pertumbuhan jumlah bank digital baru diperkirakan masih terus berlanjut pada tahun ini.
Sebagaimana diketahui, dalam laporan keuangan terakhirnya per kuartal III/2022, ada tiga bank digital di Indonesia yakni Bank Jago, Allo Bank, dan PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) yang mampu mencatatkan laba. Sedangkan, PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) dan Bank Aladin Syariah masih merugi, bahkan kerugiannya membengkak.
Allo Bank mampu membukukan laba bersih sebesar Rp209,02 miliar pada kuartal III/2022. Presiden Direktur Allo Bank Indra Utoyo mengungkapkan bahwa capaian labanya didorong oleh ekosistem yang luas.
“Kami telah mencapai banyak hal sebagai bank digital dengan terus mengoptimalkan ekosistem bisnis CT Corp, pemegang saham strategis kami dan bisnis ritel terkemuka lainnya di Indonesia,” ujar Indra Utoyo dalam siaran pers.
Bank Raya berhasil mencatatkan laba hingga Rp32,47 miliar pada kuartal III/2022 dari kondisi merugi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,83 triliun.
Kemudian Bank Jago mencatatkan laba Rp40,57 miliar pada kuartal III/2022. Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar mengatakan bahwa laba yang dibukukan perseroan merupakan hasil kombinasi antara struktur dana yang baik, pertumbuhan kredit, dan risiko kredit yang terjaga.
Sementara, Bank Neo Commerce dan Bank Aladin mencatatkan kerugian yang membengkak menjadi Rp601,2 miliar. Bank Aladin juga mencatatkan kerugian yang membengkak hingga 141,12 persen yoy pada kuartal III/2022 menjadi Rp146,41 miliar dibandingkan Rp60,72 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel