Bisnis.com, JAKARTA— Industri asuransi dan reasuransi Turki akan terdampak akibat gempa dahsyat yang terjadi pada 6 Februari 2023, meskipun ada kemungkinan bahwa pasar asuransi atau reasuransi internasional juga akan menanggung sebagian klaim.
“Perkiraan awal kerugian ekonomi akibat peristiwa bencana saat ini lebih dari US$1 miliar [Rp15 triliun],” kata Shabbir Ansari, analis asuransi senior di GlobalData, dikutip dari laman Insurance Journal, Kamis (9/2/2023).
Ansari mengatakan ini akan memakan waktu bertahun-tahun bagi perusahaan asuransi Turki untuk menyelesaikan kerugian yang diasuransikan. Dia menilai bahwa kerugian ekonomi diperkirakan lebih dari dua kali lipat kerugian dari gempa serupa pada 2020. Adapun kerugian ekonomi termasuk kerugian yang diasuransikan.
Sejak 2000, asuransi gempa bumi diwajibkan untuk tempat tinggal pribadi di dalam batas kota di Turki dan ditanggung oleh Turkish Catastrophe Insurance Pool (TCIP). Pool mencakup jumlah yang dijamin hingga tingkat yang ditentukan tetapi asuransi di atas level ini bersifat opsional dan tidak ditanggung oleh pool.
Lembaga pemeringkat kredit Amerika, AM Best mencatat tidak ada hukuman hukum untuk tidak ditanggung, dan akibatnya, tingkat penetrasi asuransi sangat bervariasi di seluruh Turki dan lebih rendah di wilayah tenggara negara tempat gempa bumi terjadi.
AM Best melaporkan angka terbaru dari TCIP menunjukkan penetrasi asuransi gempa wajib sekitar 52 persen di wilayah yang paling terkena dampak. Menurut Database Asuransi Global GlobalData, premi tertulis bruto (GWP) asuransi properti mencapai TRY26,1 miliar atau US$2,9 miliar pada 2021 dan menyumbang 29,8 persen dari pasar asuransi umum Turki.
“Pasar asuransi properti Turki mencatat kerugian underwriting pada tahun 2021 karena rasio gabungan melewati 100 persen untuk pertama kalinya dalam 10 tahun terakhir dan mencapai 107,2 persen ,” kata Ansari.
Ansari menyebutkan rasio gabungan, yang merupakan kombinasi dari rasio kerugian dan biaya, diperkirakan akan semakin memburuk dalam beberapa tahun ke depan karena peristiwa bencana saat ini.
TCIP tidak mencakup properti komersial, dan asuransi gempa bumi tidak wajib untuk bisnis. Namun, sudah menjadi praktik pasar untuk pertanggungan gempa untuk disertakan dalam polis yang dikeluarkan oleh asuransi atau reasuransi.
AM Best juga mencatat bahwa gempa bumi terjadi pada saat asuransi atau reasuransi di Turki menghadapi lingkungan bisnis yang sangat menantang, yang ditandai dengan inflasi yang signifikan dan mata uang yang melemah.
Inflasi tahunan naik drastis pada 2022 di Turki, memuncak pada 86 persen pada Oktober, sementara mata uang Turki kehilangan hampir 30 persen nilainya terhadap dolar AS selama tahun itu.
“Karena perusahaan belum pulih dari dampak gempa 2020, gempa baru-baru ini akan berdampak lebih jauh pada profitabilitas perusahaan asuransi properti. Akibatnya, perusahaan asuransi properti Turki diperkirakan akan mencatatkan kerugian penjaminan emisi pada tahun 2023 dan 2024,” kata Ansari.
Ansari melanjutkan meningkatnya frekuensi bencana alam berskala besar akan semakin menciptakan permintaan akan asuransi bencana alam di negara ini dan mendukung pertumbuhannya.
“Namun, profitabilitas asuransi diperkirakan akan tetap tertantang selama beberapa tahun ke depan karena klaim yang meningkat dan inflasi yang meningkat,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel