Bisnis.com, JAKARTA — Tersisa dua emiten bank besar yakni PT Bank BTPN Tbk. (BTPN) dan PT Bank Permata Tbk. (BNLI) yang tercatat belum memenuhi aturan free float atau batas minimal kepemilikan saham publik. Kedua bank pun akan gencar melakukan aksi korporasi untuk memenuhi ketentuan tersebut pada tahun ini.
Sebagaimana diketahui, dalam ketentuan V Peraturan Bursa No.1-A terkait free float ditetapkan bahwa agar emiten tetap tercatat pada laman bursa, jumlah saham free float paling sedikit harus dimiliki perseroan yakni 50 juta saham atau sekitar 7,5 persen dari jumlah saham tercatat.
Berdasarkan data kepemilikan saham per 31 Desember 2022, BTPN dimiliki oleh Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) dengan porsi kepemilikan mencapai 92,43 persen. Sementara, porsi kepemilikan masyarakat hanya mencapai 5,27 persen.
Sisanya, saham BTPN dimiliki oleh PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dengan porsi kepemilikan 1,02 persen dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) 0,15 persen.
Begitu juga dengan BNLI, per 31 Desember 2022, sahamnya dikuasai oleh Bangkok Bank Public Company Limited dengan porsi kepemilikan 98,71 persen. Saham masyarakat di BNLI hanya mencapai 1,29 persen.
Direktur Utama Bank Permata Meliza M. Rusli mengatakan bahwa kepemilikan saham publik Bank Permata yang saat ini mencapai 1,29 persen merupakan hasil penawaran tender wajib (mandatory tender offer/MTO) yang dilaksanakan bank pada Oktober 2020.
Pada 2020 itu, Bangkok Bank Public Company Limited mengakuisisi kepemilikan 89,13 persen Bank Permata dari PT Astra International Tbk dan Standard Chartered PLC. Setelahnya, Bangkok Bank melakukan MTO untuk sisa saham Permata. Alhasil, kepemilikan saham Bangkok Bank pun menggunung menjadi 98,71 persen.
MTO rampung, Bank Permata lantas berkewajiban melepas kembali (refloating) saham ke publik.
"Bangkok Bank sebagai pemegang saham pengendali Bank Permata saat ini sedang melakukan kajian dan menyusun rencana refloating saham sesuai dengan peraturan OJK [Otoritas Jasa Keuangan] yang berlaku," ujar Meliza kepada Bisnis pada Jumat (10/2/2023).
Ia mengatakan bahwa pada akhir 2022, OJK menerbitkan Surat Edaran No. 20/SEOJK.04/2022 tentang Perubahan Kedua atas Surat Edaran OJK No. 20/SEOJK.04/2021 Tentang Kebijakan Stimulus Dan Relaksasi Ketentuan Terkait Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Menjaga Kinerja Dan Stabilitas Pasar Modal Akibat Penyebaran Corona Virus Disease 2019.
Dalam aturan itu, pengendali perseroan diwajibkan untuk mengalihkan kembali saham akibat pelaksanaan MTO paling lama dua tahun sejak MTO selesai dilaksanakan.
Selain itu, berdasarkan permohonan dari emiten, OJK dapat memberikan perpanjangan jangka waktu pengalihan kembali saham akibat MTO paling lama dua tahun sejak berakhirnya jangka waktu yang telah ditentukan.
Upaya pemenuhan ketentuan free float juga dilakukan oleh BTPN. "Pada Desember 2023 kami harus sudah lepas ke pasar jadi kami punya beberapa bulan dan akan kita sale back ke pasar untuk memenuhi ketentuan bursa terbaru," kata Direktur Kepatuhan Bank BTPN Dini Herdini dalam agenda Media Gathering Bank BTPN, bulan lalu (25/1/2023).
Dini menceritakan pada mulanya BTPN telah memenuhi ketentuan free float. Seiring dengan merger yang dilakukan pada 2019 dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI), kepemilikan SMBC meningkat.
Ditambah lagi, terdapat ketentuan aturan free float dari BEI mengenai pengecualian saham yang dimiliki direksi maupun komisaris baik itu karena management and employee stock option program (MESOP) atau material risk taker (MRT), serta treasury stock.
"Jadi implikasinya apa? saham kita harus di refloat lagi karena minimum require-nya harus 7,5 persen dan free float kami berkurang sekitar satu koma sekian persen," ungkap Dini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel