Bisnis.com, JAKARTA — Usai membukukan laba jumbo, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) umumkan akan menggelar pembelian saham publik atau buyback.
Sebelumnya, BBRI umumkan rencana menggelar aksi korporasi melalui pembelian kembali saham perseroan (buyback) dengan nilai sebesar-besarnya Rp1,5 triliun.
"Buyback dilakukan melalui BEI, baik secara bertahap maupun sekaligus, dan diselesaikan paling lambat 18 bulan setelah tanggal Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan Tahun 2023 (RUPST) yang menyetujui Buyback," jelas manajemen BBRI dalam keterbukaan informasi, Kamis (2/2/2023).
Rencanannya, perseroan akan menggelar RUPST pada 13 Maret 2023. Sementara, periode buyback diperkirakan akan berlangsung pada 14 Maret 2023 hingga 14 September 2024 mendatang.
"Buyback dilaksanakan oleh Perseroan dalam rangka Program Kepemilikan Saham. Program dimaksud merupakan bagian dari upaya untuk mendorong engagement terhadap keberlanjutan peningkatan kinerja Perusahaan secara jangka panjang," pungkas BBRI.
Sementara, BBNI juga umumkan rencana menggelar aksi korporasi melalui pembelian kembali saham perseroan (buyback) sebesar-besarnya Rp905 miliar atau 10 persen dari total modal disetor.
"Perkiraan jumlah nilai nominal seluruh Buyback sebesar-sebesarnya Rp905 miliar berasal dari arus kas bebas (free cash flow) berupa saldo laba yang belum ditentukan penggunaannya," jelas manajemen BBNI dalam prospektus yang dibagikannya, dikutip Minggu (12/2/2023).
Rencanannya, perseroan akan menggelar RUPST pada 15 Maret 2023 mendatang. Sementara periode buyback diperkirakan akan berlangsung pada 16 Maret 2023 hingga 15 September 2024 mendatang.
Menanggapi hal tersebut Chief Executive Officer BCA Sekuritas Mardy Sutanto menjelaskan bahwa meskipun secara bottom line BBRI dan BBNI mencetak tren positif, aksi buyback tersebut wajar dilaksanakan untuk mendongkrak kinerja harga saham di pasar modal.
"Buyback adalah salah satu corporate action yang wajar dilakukan perusahaan publik yang memiliki kinerja prima, namun kinerja dan potensi hasil kinerja tersebut mungkin belum tercermin secara baik ke dalam dinamika harga sahamnya di pasar modal," jelas Mardy kepada Bisnis, Senin (13/2/2023).
Sebagaimana diketahui, pada saat pasar perdagangan Bursa Efek Indonesia dibuka pada awal Januari lalu saham sejumlah bank jumbo sempat alami koreksi. Bahkan, hingga penutupan perdagangan hari ini, saham BBRI masih terkoreksi sebesar 2,83 persen sepanjang tahun berjalan (year-to-date/ytd). Sementara BBNI sendiri telah memarkirkan sahamnya masuk ke zona hijau setelah tumbuh 2,98 persen secara ytd.
Mardy melanjutkan, untuk menyukseskan aksi korporasi kali ini, perseroan perlu merancang share buyback dengan menarik serta melaksanakannya dengan penuh komitmen.
"Aksi korporasi ini akan berikan manfaat positive kepada para pemegang saham. Karena bagi yang menjual sahamnya bisa mendapatkan dana dari hasil pembelian share buyback, dan bagi yang tidak menjual sahamnya bisa mendapatkan porsi kepemilikan dan earnings per share lebih besar [karena jumlah saham beredar akan turun]," tambahnya.
Adapun analis pasar modal Phintraco Sekuritas Rio Febrian mengatakan bahwa aksi korporasi ini dinilai tetap memiliki daya tariknya sendiri bagi sejumlah investor, meskipun BBRI dan BBNI baru saja mengumumkan capaian laba jumbo.
"Jadi meski dalam saat ini kondisi laporan keuangan dinilai bagus, tapi kami menilai akan selalu ada investor yang besedia menjual saham miliknya. Hal ini terlihat dari value transaksi kedua bank tersebut yang relatif berada dalam kelompok top value," jelasnya.
Untuk diketahui sebelumnya, BBNI menjelaskan bahwa aksi korporasi tersebut dilakukan untuk mengendalikan laju harga saham yang belakangan mengalami fluktuasi.
Sebagaimana diketahui pada awal tahun 2023 indeks harga saham gabungan (IHSG) sempat berfluktuasi. Hal tersebut antara lain dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti sentimen The Fed yang masih mengisyaratkan lebih banyak kenaikan suku bunga, dampak geopolitik yang masih berlanjut, hingga isasi kebijakan pandemi di China yang menyebabkan foreign outflow ke market China setelah 3 tahun lockdown.
"Fluktuasi di market dan tekanan jual ini diperkirakan masih terus berlanjut hingga Semester I tahun 2023. Untuk itu, Buyback dimaksudkan untuk membantu mengimbangi tekanan jual di pasar saat IHSG sedang berfluktuasi," jelas manajemen.
Sementara Direktur Utama BBRI Sunarso mengatakan bahwa aksi korporasi buyback saham dilakukan untuk menyukseskan program employee stock perseroan yang akan diberikan berdasarkan capaian kinerja. BRI menyadari ada stakeholder penting, yakni karyawan yang juga mempunyai hak mendapatkan nilai ekonomi perseroan.
"BRI menyediakan tempat kerja kondusif, menumbuh kembangkan karir mereka secara adil. Kita ciptakan rasa memiliki terhadap usaha mereka. Dengan membeli saham, setiap gerak ide pemikiran itu dia akan dapatkan hasilnya saat economic value terbentuk," ujarnya dalam paparan kinerja BRI 2022 pada Rabu (8/2/2023).
Sementara program kepemilikan saham direksi dan Dewan Komisaris dapat diberikan antara lain sebagai insentif tahunan, insentif jangka panjang dan insentif lainnya yang dibayarkan dalam bentuk saham.
"Jadi bukan sekadar buyback. Tidak salah kita ingin paling tidak karyawan punya total saham 1 persen atau lebih," kata Sunarso.
Sedangkan, aksi korporasi buyback saham sendiri menurutnya tidak akan menggangu kinerja keuangan perseroan. "Kita sudah lakukan perhitungan keuangan pasca buyback, memang ini meningkatkan manajemen karyawan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel