Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai pemerintah perlu proaktif melakukan monitoring terhadap praktik-praktik manipulasi harga pasar di lapangan guna menjaga inflasi.
Kadin memprediksi inflasi yang tinggi masih akan terjadi hingga Lebaran. Bahkan, hingga paruh pertama 2023 diperkirakan masih akan terus persisten.
Wakil Ketua Umum Kadin Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani mengatakan, dalam 1 bulan ke depan, tingkat inflasi masih berisiko bergerak naik karena nilai tukar cenderung melemah seiring dengan sinyal di pasar global terkait risiko kegagalan kontrol inflasi AS dan kecenderungan kenaikan harga komoditi pangan global.
“Hal itu [berdampak] beban impor untuk menjaga kecukupan suplai di dalam negeri berpotensi meningkat sepanjang Ramadan dan mempengaruhi harga pasar, khususnya untuk berbagai produk pangan yang memiliki porsi suplai impor tinggi,” ujar Shinta kepada Bisnis, Senin (20/2/2023).
Menurutnya, inflasi masih bisa terkontrol di kisaran 5-5,5 persen apabila pemerintah proaktif melakukan monitoring dan kontrol pasar terhadap kecukupan suplai, baik domestik maupun lewat impor, serta monitoring kelancaran distribusi.
“Termasuk dengan menjaga agar tidak ada praktik-praktik manipulasi harga pasar seperti penumpukan suplai oleh oknum,” ujar Shinta.
Selain itu, dia berharap pemerintah sebetulnya juga bisa memanfaatkan free trade agreement (FTA), seperti Indonesia−Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement (RCEP), serta penyelesaian transaksi bilateral yang dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia dan negara mitra dengan menggunakan mata uang lokal masing-masing negara. Menurut Shinta, hal ini untuk menekan penggelembungan biaya impor pangan karena pelemahan nilai tukar.
“Jadi kami rasa meskipun ada risiko inflasi tinggi sepanjang Ramadaan, laju inflasi masih sangat bisa dikontrol meskipun confidence konsumsi masyarakat meningkat bulan depan, terutama bila pemerintah lebih fokus pada pemberian stimulus secara in-kind [bukan in-cash] kepada masyarakat yang mengalami dampak negatif inflasi sepanjang Ramadan sehingga jumlah peredaran uang di masyarakat tetap kondusif terhadap upaya pengendalian inflasi sepanjang Ramadan,” ungkap Shinta.
Pada Januari 2023, inflasi nasional tercatat di level 5,28 persen atau lebih tinggi dari target dalam APBN 2023 sebesar 3,6 persen. Hal itu sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia yang memperkirakan laju inflasi pada paruh pertama tahun ini masih akan tinggi di atas 4 persen dan berangsur melandai ke kisaran target 3 persen plus minus 1 persen pada semester II/2023.
Strategi pengendalian inflasi menjadi fokus pemerintah dalam sebulan ke depan mengingat sinyal kenaikan harga komoditas sudah mulai terjadi di sejumlah daerah. Berdasarkan data Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di bawah koordinasi Kementerian Dalam Negeri, terjadi kenaikan harga beras di 147 kabupaten/kota.
Kementerian Perdagangan mencatat harga beras medium secara nasional masih tinggi atau naik 5,3 persen dan 3,82 persen untuk beras premium dibanding akhir 2022.
Selain beras, kenaikan harga juga terjadi untuk komoditas minyak goreng seiring dengan terbatasnya pasokan Minyakita dan harga yang masih di atas harga eceran tertinggi Komoditas pangan yang sensitif terhadap cuaca seperti bawang merah dan cabai merah juga terpantau mengalami kenaikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel