Bisnis.com, JAKARTA – Hampir lima tahun sudah Perry Warjiyo menduduki posisi tertinggi di Bank Indonesia (BI). Sejak 2018 hingga menjelang akhir jabatannya, Perry mencatatkan berbagai rekam jejak bagi keuangan dan moneter Indonesia.
Pria kelahiran Sukoharjo pada 1959 tersebut merupakan petahana yang menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia pada 2018—2023. Dia diangkat berdasarkan Keputusan Presiden RI No.70/P Tahun 2018 pada 16 April 2018, mengucapkan sumpah jabatan pada 24 Mei 2018, dan jabatannya habis pada Mei 2023.
Adapun, kabarnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mencantumkan nama Perry Warjiyo yang akan genap berusia 64 tahun pada 25 Februari mendatang dalam daftar nama calon Gubernur BI periode 2023-2028.
Sejauh ini, beberapa langkah atau terobosan selama Perry Warjiyo menjabat seperti peluncuran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) mendapat banyak perhatian dari berbagai kalangan.
QRIS
Satu tahun jabatan Gubernur BI, Perry meluncurkan QRIS bertepatan pada Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2019. Kala itu implementasi QRIS secara nasional baru efektif pada 1 Januari 2020, guna memberikan masa transisi persiapan bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP). Peluncuran QRIS merupakan salah satu implementasi Visi Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025.
Akselerasi pembayaran digital nasional terus dilakukan salah satunya dengan tersambungnya QRIS antar negara. Saat ini Thailand menjadi negara pertama yang telah tersambung. Ke depannya, QRIS akan diperluas hingga Asean. Pembayaran antar negara akan dipermudah dengan adanya QRIS.
Bahkan, sejak diluncurkan QRIS di Thailand pada Agustus 2022, tercatat hampir 14.555 transaksi atau sekitar Rp8,54 miliar.
Kabarnya, uji coba QRIS di Malaysia masih dilakukan dan akan diimplementasikan pada 2023.
Burden Sharing
Hubungan baik antara Pemerintah dan BI tercermin dari kerja sama dalam menjaga dan meningkatkan ekonomi Indonesia melalui burden sharing atau skema berbagi beban kala pandemi Covid-19 melanda.
BI dan pemerintah melalui Kementerian Keuangan sepakat melakukan burden sharing melalui Surat Kesepakatan Bersama (SKB) yang menjadi extraordinary arrangement.
Bersama Bank Indonesia, lanjutnya, pemerintah membagi beban pembiayaan untuk penanganan pandemi. Di mana Bank Indonesia bertindak sebagai stand by buyer melalui SKB 1.
Pada SKB 2, pemerintah langsung menjadi direct placement. Sementara pada SKB 3, pemerintah juga menjadi direct placement namun khusus untuk kesehatan dan humanitarian.
“Itu bantuan yang luar biasa dan kami menggunakan secara maksimal sehingga pada 2023, SKB 1,2, dan 3 tidak ada lagi,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Senin (9/1/2023).
Meski sudah tidak lagi melakukan burden sharing, pemerintah bersama Bank Indonesia tetap berkomunikasi dan berkolaborasi menjaga ekonomi Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel