Bisnis.com, JAKARTA — Jumlah bank perkreditan rakyat (BPR) merosot pada 2022 seiring dengan dorongan konsolidasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Berdasarkan data Distribusi Simpanan BPR Semester II/2022 yang dirilis Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), jumlah BPR peserta penjaminan pada Desember 2022 sebanyak 1.608 bank, terdiri dari 1.441 BPR konvensional dan 167 BPR syariah.
“Dalam enam bulan terakhir, jumlah BPR peserta penjaminan mengalami tren penurunan,” tulis LPS dalam laporan tersebut pada Kamis (23/2/2023).
Menurut laporan tersebut, penurunan sejak Juli 2022 hingga Desember 2022 terjadi karena terdapat tujuh BPR merger, satu bank gagal yang dicabut izin usaha, dua bank yang melakukan self-liquidation, dan dua bank konversi dari bank konvensional menjadi bank syariah.
Pada enam bulan sebelumnya, atau sejak Januari 2022 hingga Juli 2022, terdapat pengurangan 14 BPR konvensional. Bila dirinci, pada Januari 2022 jumlah BPR dan BPRS, masing-masing sebanyak 1.467 bank dan 164 bank.
Alhasil, sejak Januari 2022 hingga Desember 2022 terdapat penyusutan BPR konvensional 20 bank, kemudian BPR syariah bertambah 3 bank.
Penyusutan jumlah BPR ini memang seiring dengan dorongan dari regulator agar BPR berkonsolidasi. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan OJK mendorong konsolidasi BPR karena jumlahnya saat ini tidak efisien.
Beberapa pemilik BPR baik individu maupun perusahaan diketahui bisa memiliki hingga 10 BPR. OJK sendiri menargetkan agar jumlah BPR semakin menciut. "Dalam lima tahun ke depan jadi hanya 1.000 BPR, hasil dari konsolidasi dan penutupan BPR yang bermasalah," ujar Dian dalam konferensi pers pertemuan tahunan industri jasa keuangan (PTIJK) 2023 pada awal bulan ini (6/2/2023).
Salah satu strategi OJK untuk mendorong konsolidasi BPR adalah dengan mengincar merger dalam satu grup BPR. "OJK arahkan BPR yang dimiliki satu orang untuk dimerger, ada semacam single presence policy," katanya.
Kebijakan single presence policy merupakan kebijakan yang melarang suatu pihak mengendalikan lebih dari satu bank. Kemudian, ada opsi untuk mengubah struktur di dalam bank itu. "Kebijakannya jadikan BPR-BPR itu merger. BPR yang dibawa merger jadi cabang-cabangnya," ungkap Dian.
Menurutnya, upaya OJK dalam mendorong BPR berkonsolidasi mendapat tanggapan yang baik dari asosiasi. "Mereka [asosiasi] juga terus mendorong teman-teman BPR merger, karena mereka menyadari dari sisi permodalan sangat penting, jadinya perlu konsolidasi dengan sendirinya," katanya.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Tedy Alamsyah mengatakan bahwa sejak empat tahun lalu, asosiasi memang telah menjalankan berbagai upaya agar BPR masif berkonsolidasi. "Kami menarik investor dan partner strategis lainnya untuk masuk ke industri," kata Tedy kepada Bisnis.
Dengan masuknya investor dan partner strategis, BPR diharapkan bisa berkonsolidasi. Namun, menurutnya langkah itu tidak mudah dilakukan. "Ke depan, kami akan terus mengajak partner strategis itu masuk ke industri dengan upaya yang lebih optimal," ujarnya.
Selain menarik investor, asosiasi juga terus mengedukasi para pemegang saham BPR untuk meningkatkan modalnya. "Ini dilakukan guna memperkuat daya saing BPR dan mampu mengembangkan produk berbasis teknologi informasi," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel