Setahun Perang Rusia-Ukraina, China Menyerukan Gencatan Senjata

Bisnis.com,25 Feb 2023, 02:23 WIB
Penulis: Asahi Asry Larasati
Artileri Ukraina menembakkan howitzer L119 ke arah posisi Rusia di garis depan di wilayah Lugansk pada 16 Januari. Bloomberg/Fotografer: Anatolii Stepanov/AFP/Getty Images

Bisnis.com, JAKARTA - China kembali menyerukan gencatan senjata dan pembicaraan damai antara Rusia dan Ukraina, karena kedua negara telah berperang selama setahun terakhir.

Kementerian Luar Negeri China merilis 12 poin dorongan bagi kedua negara. Salah satu poin berisi bahwa Rusia dan Ukraina harus berdiskusi untuk perdamaian kedua negara. 

"Semua pihak harus mendukung Rusia dan Ukraina untuk bekerja ke arah yang sama dan berunding secepat mungkin, sehingga secara bertahap bisa meredakan situasi agar mencapai gencatan senjata yang komprehensif," jelas salah satu poin sebagaimana dikutip dari CNBC Internasional pada Jumat (24/2/2023).

Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan negaranya memiki informasi yang menunjukkan China tengah mempertimbangkan mengirimkan dukungan kepada Rusia. Informasi itu didapat dalam makalah yang berjudul 'Posisi China dalam Penyelesaian Politik Krisis Ukraina'.

"Senjata nuklir tidak boleh digunakan," kata pemerintah China dalam makalah tersebut.

Selain itu, pemerintah China mendesak komunitas internasional guna mendukung pendekatan yang tepat dalam memfasilitasi pembicaraan damai antara kedua negara dan ingin memainkan peran yang konstruktif.

"Negara-negara yang relevan harus berhenti menyalahgunakan sanksi-sanksi sepihak dan 'yurisdiksi tangan panjang' terhadap negara-negara lain, agar dapat melakukan bagian mereka dalam meredakan krisis Ukraina." kata China. 

Adapun, China sebelumnya telah menyuarakan keprihatinan mengenai perang yang sedang berlangsung di Ukraina. Perdana Menteri (PM) China Li Keqiang mengatakan khawatir mengenai krisis di wilayah tersebut pada Maret 2022 silam.

Meski kerap menyuarakan perdamaian Rusia dan Ukraina, China belum diketahui melakukan perundingan tersebut, atau secara praktis mampu melakukannya. Padahal, para pemimpinnya telah sering berkomunikasi.

Invasi Rusia ke Ukraina, selain terus memakan korban perang yang berlangsung selama setahun ini menghancurkan ekonomi lokal, salah satunya produsen biji-bijian terbesar di dunia.

Kepala Strategi Ekuitas Saxo Markets Peter Garnry mengungkapkan jika China memutuskan untuk membantu Rusia dengan senjata, globalisasi akan berakhir dan rantai pasokan semakin kacau.

"Jika memperluas perspektif risiko geopolitik, kita bisa melihat bahwa risiko-risiko yang muncul cukup besar jika perang di Ukraina berubah menjadi lebih buruk," tutupnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini