Bisnis.com, JAKARTA - Perbankan di Indonesia dinilai tak berpihak pada industri hilirisasi bahkan sempat disentil Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bos Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun memberikan jawaban terkait hal itu.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pada dasarnya regulator mendukung perbankan untuk memberikan pembiayaan pada industri hilirisasi. Namun, saat ini yang terpenting menurut BI adalah eksportir harus mengalihkan devisa hasil ekspor (DHE) dari sumber daya alam (SDA) agar lebih banyak masuk serta lebih lama di Indonesia.
Perry mengatakan saat ini pihaknya sedang melakukan diskusi terkait dukungan untuk hilirisasi. Menurutnya, peran BI dalam hilirisasi berkaitan dengan risiko nilai tukar rupiah, termasuk soal global transaction.
Sementara, dalam mendorong agar perbankan menyalurkan pembiayaan hilirisasi, BI mengeluarkan kebijakan insentif makroprudensial.
"Bagi bank yang menyalurkan pembiayaan hilirisasi kami turunkan giro wajib minimum [GWM], fresh money yang semula harus disimpan di BI, kami kembalikan," kata Perry dalam diskusi CNBC Economic Outlook 2023 pada Selasa (28/2/2023).
Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan otoritas pun memberikan sejumlah relaksasi kepada perbankan agar mendorong pembiayaan hilirisasi tersebut.
"Hilirisasi ini program strategis pemerintah, maka yang dilakukan adalah penghitungan ATMR [aktiva tertimbang menurut risiko] kredit lebih rendah. Ini berlaku bukan hanya perbankan tapi juga perusahaan pembiayaan," katanya.
Pasalnya, kata dia, relaksasi diberikan tidak hanya untuk pengembangan di hulu, tapi juga di hilir.
OJK memang telah memperpanjang kebijakan insentif bagi penyediaan dana kepada debitur untuk sektor produksi dan konsumsi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai hingga 31 Desember 2023. Insentif itu berupa relaksasi bobot risiko ATMR kredit menjadi 50 persen.
OJK juga mengkategorikan penyaluran dana untuk industri hulu kendaraan listrik sebagai pemenuhan ketentuan OJK mengenai penerapan keuangan berkelanjutan.
"Kami berpandangan bahwa meskipun industri masih mengandalkan PLTU [pembangkit listrik tenaga uap] untuk mengolah produk dengan tujuan mengurangi emisi karbon, itu tetap satu kesatuan di dalam sustainable industry," katanya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah belakangan ini tengah bertekad menjadikan indonesia sebagai pemain utama dalam industri hilirisasi global. Namun, Presiden Jokowi mengatakan bahwa industri hilirisasi ini membutuhkan pembiayaan yang besar.
"Saya minta betul-betul diberi dukungan yang konkret [kepada perbankan] karena saya dengar yang mau bikin smelter saja kesulitan mencari pendanaan," ujar Jokowi dalam acara pertemuan tahunan industri jasa keuangan (PTIJK) 2023 pada awal bulan ini (6/2/2023).
Kendati demikian, Jokowi meminta agar dukungan pendanaan terhadap industri hilirisasi ke depan dapat diberikan dengan tetap menerapkan kalkulasi serta kehati-hatian yang tinggi.
"Hilirisasi menjadi kunci bagi negara ini kalau kita ingin menjadi negara maju. [Terapkan hilirisasi] di semua komoditas, baik untuk yang namanya CPO, Minerba, hingga yang berasal dari sumber daya alam laut kita," tambahnya.
Jokowi menekankan bahwa hilirisasi kian dipandang penting dalam mendorong pendapatan domestik bruto (PDB) nasional untuk dapat terus tumbuh.
"Saya sudah sering menjelaskan, minerba dan gas itu dari yang namanya nikel saja lompatan kita dari US$1,1 bilion melompat menjadi US$30 miliar setelah ada hilirisasi," terang Jokowi saat menyoroti potensi besar dari hilirisasi.
Lebih lanjut, Jokowi juga memproyeksikan bahwa dampak hilirisasi dari sektor minerba, migas, dan kelautan dapat menyentuh angka US$715 juta. Di samping itu, lapangan kerja baru yang terbangun dapat mencapai 9,6 juta.
"Dan saya minta dukungan OJK [Otoritas Jasa Keuangan] mengenai ini, bagaimana memberikan sosialisasi pentingnya hilirisasi," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel