Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyatakan perbankan dan asuransi, terutama asuransi kredit, saling memiliki ketergantungan satu sama lain.
Ketua Departemen Statistik AAUI Esti Handayani menilai meski keduanya saling memiliki ketergantungan, industri asuransi sebaiknya berbenah sebab adanya risiko atas asuransi kredit itu sendiri.
“Tapi industri asuransi sendiri sebaiknya juga berbenah, artinya risikonya ada, dan asuransi itu sebetulnya mengalihkan risiko,” kata Esti dalam paparan kinerja AAUI Kuartal IV/2022, dikutip Kamis (2/3/2023).
Dengan kata lain, lanjut Esti, ada porsi premi yang harus dibayarkan dan dikumpulkan oleh perusahaan asuransi untuk bisa mendukung pembayaran klaim.
Namun, apabila premi tidak mencukupi untuk pembayaran klaim dan asuransi ikut kolaps, maka asuransi dan bank akan jatuh yang akan berdampak pada perekonomian menjadi tidak sehat. Oleh sebab itu, keduanya harus berbenah diri.
“Tapi asuransi tidak bisa berdiam diri ketika semakin berdarah-darah, karena pada akhirnya harus diselesaikan persoalan ini [klaim asuransi kredit],” ujarnya.
Selain mengandalkan tarif, Esti menilai asuransi juga perlu melakukan sistem pencadangan yang baik dan dengan perhitungan premi yang memadai. Sama halnya dengan reasuransi.
Selain itu, Wakil Ketua AAUI untuk Bidang Statistik & Riset Trinita Situmeang mengatakan bahwa ekosistem asuransi kredit harus diperkuat dan harus mampu menahan risiko untuk memenuhi kebutuhan di masa kini maupun masa mendatang.
“Yang namanya ketergantungan itu yang digantungin itu mesti kuat, karena itu prinsip dan kuncinya. Sehingga diperlukan penguatan di seluruh ekosistem asuransi kredit dari mulai depan hingga belakang,” ujar Trinita.
Trinita menuturkan hal itu bisa dilakukan dengan cara melakukan transfer risiko dengan perhitungan yang baik, serta tarif yang memadai dan berdasarkan prinsip-prinsip manajemen risiko.
“AAUI melihat ini dengan kacamata bahwa semua ini harus sehat dan fit untuk me-ride asuransi kredit,” tuturnya.
Di samping itu, AAUI juga menilai diperlukannya analisa kekuatan modal dari perusahaan asuransi dan reasuransi.
Sepanjang 2022, klaim dibayar pada asuransi kredit meningkat 65,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Naik dari Rp7,63 triliun menjadi Rp12,61 triliun yang disebabkan oleh situasi pandemi Covid-19 dalam tiga tahun terakhir yang terus meningkat.
Sementara itu, premi dicatat di lini bisnis asuransi kredit juga terpantau naik 4,5 persen yoy menjadi Rp14,29 triliun dari semula bernilai Rp13,68 triliun.
Berdasarkan riset bertajuk “Hubungan Perbankan dan Asuransi: Fenomena Struktural atau Temporal” yang dipublikasikan Indonesia Financial Group (IFG) pada 16 Januari 2023 menemukan bahwa industri asuransi dan perbankan memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang tinggi.
Head of IFG-Progress Reza Yamora Siregar menyampaikan bahwa temuan ini menunjukan adanya hubungan integrasi yang semakin kuat, terutama antara perbankan dan asuransi, khususnya melalui hubungan asuransi kredit yang berperan dalam menekan risiko kegagalan kredit perbankan.
“Temuan ini mengindikasikan terdapat potensi risiko atas besarnya ketergantungan perbankan terhadap asuransi yang salah satunya didukung dengan besarnya porsi asuransi kredit, serta integrasi antara sektor asuransi dan perbankan yang semakin kuat,” demikian yang dikutip dari riset pada Kamis (2/3/2023).
IFG menyampaikan bahwa asuransi kredit sebagai jembatan industri keuangan perbankan dan asuransi membutuhkan kerangka regulasi yang solid dan peningkatan pengawasan terutama karena selama lima tahun terakhir kinerja pada bisnis asuransi kredit terlihat mengalami tren penurunan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel