INACA Ingin Pemasok Avtur Makin Bervariasi

Bisnis.com,08 Mar 2023, 18:54 WIB
Penulis: Anitana Widya Puspa
Karyawan melakukan perawatan salah satu pesawat di dalam hanggar di Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng, Banten./Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia National Air Carriers Association (INACA) berharap penyedia avtur saat ini bisa bertambah jumlahnya, tak hanya berasal dari PT Pertamina (Persero).

Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja menjelaskan biaya komponen operasional bagi maskapai adalah biaya leasing atau sewa pesawat dan harga avtur.

Dua komponen biaya tersebut, paparnya, memiliki tantangannya masing-masing. Untuk biaya pesawat, komponen tantangan terbesarnya adalah gejolak nilai tukar rupiah, sedangkan avtur juga memiliki kecenderungan naik.

"Mungkin ada satu yang bisa kita usulkan secara konstruktif kepada kementerian terkait masalah penyelenggaraan avtur, khususnya Pertamina. Karena sekarang ini relatifnya yang Pertamina," ujarnya, Rabu (8/3/2023).

Denon menilai jangan sampai nantinya terjadi dominasi oleh penyedia avtur.

"Kita tahu isunya yang penting jangan ada dominasi, yang penting ini masalah avtur kalau bisa Pertamina ya Pertamina aja. Tapi kalau jadi, nanti terlihat monopoli, silahkan saja AKR," katanya.

Sisi lain, kehadiran AKR juga tak berdampak signifikan terhadap harga avtur apabila masih mengambil bahan baku mentah dari Pertamina.

"Maka bisa dibilang dampaknya tidak akan terlalu berasa karena nilai kompetitifnya tidak akan terbentuk. Dengan demikian, harga baru pun tidak akan terbentuk," katanya.

Oleh karenanya Denon menilai koordinasi dengan kementerian teknis dan stakeholder industri penerbangan tetap dibutuhkan dalam mencari solusi ketimbang mempermasalahkan hal-hal yang bersifat blamming.

Khusus untuk biaya leasing atau sewa pesawat, Denon membandingkan belanja operasional dengan mata uang asing 6 tahun lalu yang menyentuh Rp13.000 per US$ saja sudah membuat napas maskapai tersengal. Apalagi saat ini nilai tukar yang telah mencapai Rp16.000 per dolar AS

"Jangan sampai jadi industri yang tidak sehat sehingga yang kena konsumennya," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Stefanus Arief Setiaji
Terkini