Bisnis.com, JAKARTA - Berlakunya UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) pada 12 Januari 2023 merubah beberapa ketentuan dalam UU No. 40/2014 tentang Perasuransian (UU Perasuransian). Terbitnya beleid yang memuat 27 bab dan 341 pasal ini dimaksudkan Pemerintah sebagai inisiatif dalam mereformasi sektor keuangan, salah satunya mengenai ketentuan Asuransi Wajib.
Sebelumnya pada 24 November 2022, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu dalam Rapat Panja Komisi XI DPR-RI mengenai RUU PPSK menjelaskan bahwa “Asuransi wajib yang diharapkan diterapkan melalui peraturan ini, bukan seperti Jasa Raharja yang ditunjuk secara khusus untuk melaksanakan asuransi kecelakaan penumpang.”
Artinya Asuransi Wajib yang diatur dalam UU PPSK ini dimaksudkan untuk melengkapi perlindungan dasar yang telah dijalankan oleh Jasa Raharja.
Berbicara mengenai asuransi wajib khususnya mengenai asuransi tanggung jawab hukum pihak ketiga terkait kecelakaan lalu lintas (motor third party liability insurance/MTPLI), tentunya akan sangat menarik untuk dapat diterapkan di Indonesia, karena negara ingin mewajibkan kepada setiap pemilik kendaraan bermotor untuk memiliki asuransi agar dapat bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh korban dalam suatu peristiwa kecelakaan lalu lintas, sebagaimana teori tanggung jawab hukum dari Hans Kelsen menyatakan bahwa “seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.”
Sehingga untuk menjaga stabilitas ekonomi, haruslah dibentuk suatu sistem pengalihan risiko di mana seharusnya yang wajib mengganti rugi adalah pemilik kendaraan bermotor yang menjadi penyebab kecelakaan, nantinya berdasarkan MTPLI, maka perusahaan asuransi-lah yang akan memberikan ganti rugi.
Dengan demikian, sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Kepala BKF, dapat dilihat garis batas yang jelas antara program asuransi sosial yang dijalankan oleh Jasa Raharja berdasarkan penugasan dari negara, dengan program asuransi wajib yang nanti akan dilaksanakan berdasarkan ketentuan UU Perasuransian dan UU PPSK.
Bagaimana Perlindungan Dasar yang dikelola Jasa Raharja dan MTPLI dapat berbagi peran untuk kemanfaatan masyarakat?
Jasa Raharja sebagai pelaksana dari UU No. 33/1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (UU 33/1964) dan UU No. 34/1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (UU 34/1964) berperan sebagai perlindungan dasar bagi masyarakat Indonesia yang mengalami kecelakaan alat penumpang angkutan umum dan memberikan jaminan perlindungan kepada korban kecelakaan lalu lintas jalan dengan mekanisme asuransi sosial.
Perlindungan dasar melalui mekanisme asuransi sosial tersebut dapat dilihat dalam Konsiderans huruf a UU 33/1964 dan UU 34/1964 yang menyebutkan “Sehubungan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini dan sebagai langkah pertama menuju suatu sistim jaminan sosial (social security), maka dianggap perlu untuk mengadakan dana kecelakaan lalu lintas jalan dan dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang.”
Iuran Wajib Jasa Raharja yang dibayarkan oleh setiap penumpang baik penumpang angkutan umum di darat, laut, dan udara sudah ditentukan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.10/2017 yang tarif iurannya dibebankan semurah mungkin yaitu mulai dari Rp60 per penumpang bagi penumpang umum angkutan darat sampai dengan Rp5.000 per penumpang bagi penumpang umum angkutan udara.
Sedangkan untuk Sumbangan Wajib Jasa Raharja telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.10/2017. Adapun besaran tarif yang harus dibayarkan oleh pengusaha/pemilik alat angkutan lalu lintas jalan setiap tahunnya adalah mulai dari Rp20.000 bagi mobil derek dan sejenisnya sampai dengan Rp 160.000 bagi truk dan sejenisnya.
Karena sifatnya yang merupakan perlindungan dasar dan dilakukan secara gotong royong, maka terdapat pula beberapa jenis transportasi umum dan kendaraan yang dibebaskan dari kewajiban untuk membayar Iuran Wajib dan Sumbangan Wajib, yaitu bagi penumpang kendaraan bermotor umum dalam kota dan penumpang kereta api jarak pendek dibebaskan dari Iuran Wajib. Selain itu, bagi pemilik sepeda motor dengan isi silinder 50cc atau kurang, kendaraan Ambulance, Pemadam Kebakaran, dan Jenazah dibebaskan dari Sumbangan Wajib.
Berkaitan dengan jumlah santunan atau kerugian yang dapat ditanggung Jasa Raharja sebagai perlindungan dasar, telah diatur sebesar Rp50 juta yang diberikan kepada ahli waris bagi korban yang meninggal dunia dan maksimal sebesar Rp20 juta yang diberikan kepada korban luka-luka sesuai dengan biaya perawatan dan pengobatannya.
Karena sifatnya yang hanya berupa perlindungan dasar dengan jumlah yang tidak terlalu besar, maka negara juga perlu menambah dengan value lain, yaitu dengan skema asuransi wajib MTPLI yang selain mencakup penggantian kerugian kehilangan nyawa (life) dan cedera badan (body injury) juga perlu mengganti kerugian atas kerusakan kendaraan korban (property damage). Hal tersebut telah sejalan dengan kebutuhan masyarakat dimana saat ini Indonesia telah tertinggal jauh dari penerapan asuransi wajib MTPLI secara lengkap khususnya terhadap negara-negara di eropa (Tomeski, Boban. (2012). Development of Motor Third Party Liability Insurance Market in Terms of Changing Regulation. Procedia - Social and Behavioral Sciences).
Memperhatikan urain diatas maka penulis berkesimpulan bahwa program pemerintah yang berkaitan dengan program asuransi wajib MTPLI yang diatur melalui UU Perasuransian dan UU PPSK harus kita dukung bersama agar perlindungan terhadap masyarakat yang menjadi korban dari kecelakaan lalu lintas menjadi semakin komprehensif dan tentunya sesuai dengan tujuan dari terbitnya UU PPSK yaitu untuk akselerasi inklusifitas produk asuransi dan stabilitas ekonomi.
Sebagai langkah awal, penulis merekomendasikan agar pemerintah dapat melakukan uji coba pelaksanaan asuransi wajib MTPLI ini dengan menunjuk perusahaan asuransi di bawah kepemilikan negara seperti Indonesia Financial Group (BUMN holding perasuransian dan penjaminan) untuk ruang lingkup kerugian atas kerusakan kendaraan (property damage) dengan memberikan tarif premi yang terjangkau dan pelayanan yang prima bagi masyarakat. Dengan begitu akan tumbuh kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel