Waspada! Runtuhnya Silicon Valley Bank Bisa Picu Resesi Global

Bisnis.com,16 Mar 2023, 19:26 WIB
Penulis: Annasa Rizki Kamalina
Silicon Valley Bank SVB

Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan adanya naiknya potensi resesi global setelah tumbangnya Silicon Valley Bank (SVB) pada pekan lalu. 

Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menyampaikan resesi global yang baru saja mendapatkan angin segar dengan berbagai lembaga internasional meningkatkan optimismenya jauh dari resesi setelah China membuka ekonominya. Kini kekhawatiran tersebut muncul lagi karena menyangkut sektor keuangan. 

“Dengan kejadian ini yang dipicu oleh sektor keuangan, saya rasa ini bisa memicu resesi kalau nggak ditangani. Hari ini kami mendengar sudah merambat ke Eropa,” ujarnya dalam diskusi publik Indef, Kamis (16/3/2023). 

Setelah The Fed memicu langkah agresif dalam menaikkan suku bunga, negara lain mengimbangi suku bunga masing-masing. Hal tersebut dilakukan untuk mengendalikan inflasi dan mencegah capital outflow

Melihat inflasi di negara-negara besar seperti Amerika dan Eropa yang masih cukup tinggi, di mana mengandalkan suku bunga acuan dalam pengendaliannya, menjadikan potensi resesi semakin tinggi. 

“Kalau kemudian terus menerus menaikkan suku bunga, ya tidak bisa dihandari resesi global,” jelasnya.  

Sebelum runtuhnya SVB, The Fed memberikan sinyal masih akan melakukan langkah agresif dalam suku bunga. Sementara banyak ekonom memproyeksikan dengan runtuhnya SVB diikuti Siganture Bank, akan membuat The Fed menahan diri. 

“Karena sudah ada bank yang jatuh, saya rasa The Fed kemungkinan tidak akan agresif ke depan, sampai situasi bank bisa confidence dan bisa adaptasi kepada kebijakan AS,” tambahnya. 

Padahal, SVB dapat dikatakan sebagai bank yang tidak terlalu besar dan kalau pun ditutup, tidak ada dampak langsung yang dirasakan. 

Peneliti di Center of Indutry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus melaporkan dari hasil perhitungan nilai aset SVB dengan bank lainnya di AS, SVB hanya berkontribusi 1-2 persen. 

Mengingat SVB memiliki kekhususan dalam mendanai perusahaan rintisan atau startup, hal tersebut lah yang menyulut kekhawatiran berlebih.

“Sebenarnya yang bikin berdampak buruk itu adalah karena ketakutannya. Panik dan khawatir berlebihan, sentimen pasar yang terlalu berlebihan meresponnya, ini yang justru menimbulkan dampak buruk,” katanya. 

Bahkan, untuk Indonesia sendiri dengan gejolak ekonomi AS tersebut tidak berdampak banyak, justru menjadi kabar baik bagi rupiah.

Setelah dua bank di AS ambruk, kini Credit Suisse di Eropa berada pada ambang kebangkrutan, namun kabarnya akan menarik pinjaman US$54 miliar dari Bank Sentral Swiss untuk bertahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Feni Freycinetia Fitriani
Terkini