Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai adanya peluang bagii Indonesia yang dapat ambil dari gejolak ekonomi Amerika Serikat (AS), termasuk bangkrutnya Silicon Valley Bank (SVB).
Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus melihat peluang besar pada pasar domestik yang saat ini fundamentalnya cukup baik.
“Sehingga apabila ada shock di Amerika tentu saja ada upaya-upaya yang memang harus diantisipasi diwaspadai sambil kita bisa mengambil peluang, contohnya bagaimana kita mengajak investor,” ujarnya dalam diskusi publik Indef, Kamis (16/3/2023).
Menurutnya, pemerintah dapat mendorong agar investor yang berniat relokasi dapat diarahkan untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pasalnya, kata dia, probabilitas resesi Indonesia hanya 3 persen, yang artinya 97 persen relatif aman.
Selain itu, Heri menilai pemerintah dapat mengambil langkah dalam mengembangkan pasar ekspor ke wilayah selain Amerika, seperti Afrika Selatan yang memiliki penduduk sekitar 1 miliar jiwa.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja ekspor Januari-Februari 2023 ke AS tercatat turun sebesar minus 22,15 persen dibanding periode yang sama di tahun lalu.
“Negara yang kita anggap baru, prospektif, itu bisa kita dorong ke sana. Peluang itu bisa dilihat dari sisi investasi dan ekspornya,” tambahnya.
Di sisi lain, Heri meminta pemerintah untuk mengupayakan pelaku pasar agar tenang dan tidak terlalu cemas atas kejadian bank-bank di AS agar dapat menghindari dampak negatif yang mungkin akan timbul.
“Dengan adanya kejadian ini perlu adanya kebijakan yang bisa mengelola tindakan tindakan pelaku pasar agar tidak melakukan hal-hal yang sebetulnya tidak diperlukan, supaya kita bisa menghindar dari dampak negatif dan mengambil perluang dari kejadian ini,” ujarnya.
Adapun, Wakil Direktur Eksekutif Indef Eko Listiyanto menyampaikan bahwa dampak secara langsung ke ekonomi Indonesia sangat kecil, mengiingat fundamental perbankan yang saat ini cukup kuat.
Namun demikian, dia menilai tetap ada dampak tidak langsung, seperti volatilitas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang meningkat.
“Seiring tekanan pada sektor pebankan AS ada kemungkinan agresifitas kenaikan suku bunga akan berkurang, ini kabar baik bagi kurs rupiah, tetapi dengan catatan jika inflasi dalam negeri terkendali dan volatilitas pasar modal hanya temporer,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel