Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah bank di Amerika Serikat (AS) berguguran mulai dari Silicon Valley Bank (SVB) hingga Signature Bank. Hal ini kemudian memantik kekhawatiran sejumlah pihak akan terulangnya kembali krisis 2008 dan memberikan dampak buruk kepada Indonesia.
Terbaru, First Republic Bank terncam bernasib serupa setelah dilanda rush money. Akan tetapi perusahaan saat ini telah mendapatkan dana segar senilai lebih dari Rp400 triliun dari bank jumbo di AS.
Menjawab hal tersebut, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, jatuhnya SVB dan Signature Bank dipastikan tidak menimbulkan efek domino secara langsung terhadap perbankan di Indonesia.
“Kami selalu mencermati setiap perkembangan baik perbankan nasional maupun internasional, jadi ketika kami mendengar kabar tersebut kami segera melakukan investigasi terkait pengaruhnya kepada perbankan di Indonesia, hasilnya dampak secara langsung relatif tidak ada,” ujarnya dalam keterangan tertulis, dikuti Jumat (17/03/2023).
Lebih lanju Purbaya menjelaskan, portofolio aset perbankan nasional dinilai tidak memiliki karakteristik seperti SVB yang didominasi surat berharga. Di samping itu, level permodalan perbankan nasional dipastikan masih sangat tebal dan berada di angka 25,93 persen Januari 2023.
“Kondisi likuiditas perbankan saat ini juga dalam keadaan yang sangat memadai. Alat likuid/non-core deposit atau AL/NCD dan alat likuid atau dana pihak ketiga atau AL/DPK per Januari 2023 masing-masing sebesar 129,64 persen dan 29,13 persen. Nilai ini sekitar dua setengah kali di atas threshold,” jelasnya.
Purbaya menambahkan, bahwa di tahun 2023 ini tidak ada bank bermasalah, ditambah dengan kebijakan moneter yang tepat serta LPS yang tidak menaikkan bunga secara signifikan.
“Artinya stabilitas keuangan dan perbankan dalam negeri dijaga untuk dapat terus tumbuh. Walaupun masih ada ketidakpastian global, selama kebijakan kita baik dan terus menjaga permintaan domestik, ekonomi kita masih bisa tumbuh,” ujarnya.
Diketahui, di tengah tekanan eksternal dan potensi resesi di beberapa negara maju ekonomi Indonesia dapat tumbuh dengan baik. Pada tahun 2022 silam, Indonesia mampu tumbuh impresif sebesar 5,31 persen. Resiliensi ekonomi Indonesia tersebut ditopang oleh besarnya konsumsi domestik.
Alhasil, Konsumsi domestik yang besar menyebabkan guncangan yang terjadi di tingkat global dapat diredam oleh solidnya ekonomi domestik. Konsumsi domestik ini berkontribusi 52,81 persen dari PDB Kuartal IV 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel