Bisnis.com, BADUNG — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan penyebab tingginya suku bunga kredit di lembaga jasa keuangan, seperti perbankan maupun lembaga pembiayaan.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan bahwa tingginya bunga kredit di lembaga jasa keuangan disebabkan oleh minimnya informasi terkait calon debitur.
“Risiko kredit itu kalau bank atau lembaga pembiayaan, kalau informasinya [calon debitur] enggak cukup, maka yang dilakukan adalah memberikan bunga yang tinggi,” kata Mirza di sela-sela acara International Seminar on Promoting Digital Finance Inclusion for Micro, Small and Medium Enterprises (MSME) Through the Use of Credit Scoring di Hilton Bali Resort, Nusa Dua, Bali, Jumat (17/3/2023).
Oleh karena itu, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu mengingatkan akan pentingnya bagi lembaga jasa keuangan mengembangkan infrastruktur informasi kredit.
“Kalau suatu bank mempunyai informasi yang cukup, maka dampaknya adalah bunga itu bisa turun. Maka dari itu penting sekali kita mengembangkan infrastruktur informasi kredit,” jelasnya.
Mirza menilai dengan dikembangkannya infrastruktur informasi kredit, maka akan membuat sektor perbankan maupun industri jasa keuangan non-bank (IKNB) bermanfaat. Begitu pula dengan masyarakat yang akan mendapatkan kucuran kredit. “Ini bermanfaat bagi perbankan, IKNB, dan masyarakat,” pungkasnya.
OJK PERMUDAH KREDIT
OJK terus mendorong agar masyarakat mendapatkan kemudahan dalam mengkade pembiayaan kredit. Teranyar, regulator mendorong segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) agar lebih mudah mendapatkan akses pembiayaan kredit melalui sinergi antara Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) dan Innovative Credit Scoring (ICS).
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menuturkan bahwa UMKM masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses pembiayaan kredit dari lembaga jasa keuangan.
“Kita tahu bahwa informasi kredit yang ada itu cukup mahal dan aksesnya terbatas, terutama untuk lembaga pembiayaan di skala kecil [UMKM], sehingga pengembangan dari Innovative Credit Scoring menjadi suatu hal yang penting untuk masyarakat yang belum bisa mengakses ke perbankan atau lembaga keuangan lainnya,” kata Ogi usai acara International Seminar on Promoting Digital Finance Inclusion for Micro, Small and Medium Enterprises(MSME) Through the Use of Credit Scoring di Hilton Bali Resort, Nusa Dua, Bali, Kamis (16/3/2023).
Ogi menuturkan bahwa Innovative Credit Scoring bisa digunakan oleh pemain industri peer-to-peer, financial technology (fintech) lending, dan lembaga jasa keuangan lainnya, sehingga kualitas pembiayaan di Indonesia akan lebih baik karena calon-calon debitur sudah teridentifikasi.
“Jadi, manfaatnya masyarakat akan mendapatkan akses dengan kualitas yang baik dan lembaga pembiayaan pun juga lebih sehat, serta inklusi keuangan akan meningkat,” tuturnya.
Di Indonesia sendiri, layanan credit scoring disediakan oleh Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) sebagai Biro Kredit Konvensional, dan penyedia Innovative Credit Scoring (ICS).
Biro Kredit Konvensional menyediakan laporan dan credit scoring berdasarkan data kredit tradisional, seperti riwayat pembayaran pinjaman dan utang yang belum lunas.
Adapun saat ini, terdapat tiga LPIP yang berizin OJK, yakni PT Kredit Biro Indonesia Jaya, PT Pefindo Biro Kredit, dan PT Crif Lembaga Informasi Keuangan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel