Mencermati Kinerja ARTO Terkait Laba Bersih dan Laba Sebelum Pajak

Bisnis.com,18 Mar 2023, 12:45 WIB
Penulis: Alfian Asmaasyi & Pandu Gumilar
Pejalan kaki melintas di depan kantor pusat Bank Jago di Jakarta. /Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA – Emiten bank digital PT Bank Jago Tbk. (ARTO) membukukan laba bersih tahun berjalan 2022 sebesar Rp15,91 miliar. Realisasi tersebut turun 81,5 persen jika dibandingkan pencapaian laba bersih tahun sebelumnya senilai Rp86 miliar.

Dari sisi fundamental bank besutan Jerry Ng itu mencetak pertumbuhan, seperti kredit dan pembiayaan syariah tumbuh 76 persen menjadi Rp9,43 triliun dengan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) gross di level 1,8 persen.

Lalu dana pihak ketiga (DPK) juga melonjak 125 persen menjadi Rp8,27 triliun, ditopang kenaikan current account savings account (CASA) sebesar 238 persen. Pertumbuhan yang signifikan tersebut mendorong porsi CASA terhadap total DPK mencapai 69 persen pada akhir 2022.

Kombinasi lonjakan kredit dan dana murah mendorong pendapatan bunga Bank Jago tumbuh 130 persen menjadi Rp1,5 triliun dengan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) melesat 129 persen menjadi Rp1,35 triliun.
Lalu, jika top line-nya melesat, mengapa laba bersih sesudah pajak atau net profit after tax (NPAT) turun 81,5 persen?

Menelisik laporan keuangan 2021, emiten terafiliasi GOTO itu mencatatkan laba sebelum pajak (NPBT) sebesar Rp9 miliar dengan laba bersih setelah pajak Rp86 miliar. Angka Rp86 miliar ini muncul karena terdapat selisih laba yang disebabkan adanya manfaat pajak tangguhan sebesar Rp77 miliar.

Jadi, keuntungan riil Bank Jago pada 2021 adalah sebesar Rp9 miliar bila tidak ditambahkan dengan manfaat pajak tangguhan. Oleh sebab itu, Dirut Bank Jago Kharim Siregar mengatakan jika melihat kinerja keuangan full year Bank Jago pada 2021, ARTO mencatatkan net profit before tax (NPBT) sebesar Rp9 miliar dengan NPAT Rp86 miliar.

“Selisih laba yang terkesan tidak umum tersebut disebabkan adanya manfaat pajak tangguhan sebesar Rp77 miliar,” ujar Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar, Jumat (17/3/2023). Namun, manfaat pajak tangguhan ini terjadi hanya sekali pada kinerja 2021 dan tidak terjadi lagi pada kinerja tahun 2022.

“Akibatnya, secara akuntansi NPAT pada 2022 terkesan menurun meskipun NPBT dan kinerja top line Bank Jago tumbuh positif,” katanya. Bila mengacu ke perolehan laba sebelum pajak, kinerja Bank Jago tumbuh 124 persen dari Rp9 miliar pada Desember 2021 menjadi Rp20 miliar pada Desember 2022.

Menurutnya, manfaat pajak tangguhan ini muncul setelah bank Jago mencetak laba pada 2021, sementara sebelumnya merugi dalam 6 tahun berturut-turut.

Dia mengatakan manfaat pajak tangguhan bisa disebabkan karena perbedaan temporer yang bisa dikurangi, akumulasi rugi pajak yang tidak terkompensasi, dan akumulasi kredit pajak yang masih belum terpakai.

Sebagai informasi, manfaat pajak tangguhan adalah akumulasi angka yang muncul setelah bank Jago mencetak laba pada 2021 setelah merugi dalam 6 tahun berturut-turut. Melansir dari lama resmi Binus.ac.id bahwa pajak tangguhan adalah beban pajak (deferred tax expense) atau manfaat pajak (deferred tax income) yang akan menambah atau mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar di masa depan.

Adapun, manfaat pajak tangguhan bisa disebabkan karena perbedaan temporer yang bisa dikurangi, akumulasi rugi pajak yang tidak terkompensasi, dan akumulasi kredit pajak yang masih belum terpakai.

“Kami terus mencermati potensi risiko tetapi tetap memanfaatkan setiap peluang yang mungkin muncul untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan dalam jangka panjang,”pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Pandu Gumilar
Terkini