Bisnis.com, JAKARTA-- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan belum mengetahui pasti terkait dampak implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) terhadap keuangan badan publik itu.
Pasalnya, Direktur BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan kebijakan pembayaran iuran maupun tarif dalam implementasi penghapusan kelas tersebut masih dalam proses.
"Harus jelas dulu, konsepnya dan pembayaran baik iuran ataupun tarif KRIS, yang sekarang masih dalam proses," kata Ghufron kepada Bisnis, Senin (20/3/2023).
Ghufron menambahkan penerapan iuran peserta saat KRIS diimplementasikan masih belum ditentukan. Termasuk apakah iuran yang dibayarkan tunggal ataupun seperti sekarang yakni terdapat perbedaan kelas 1,2,dan 3.
"Masih dalam proses mencari kesepakatan," katanya.
Untuk saat ini, Ghufron sempat beberapa kali memastikan bahwa keuangan BPJS Kesehatan sudah baik-baik saja, setelah sempat mengalami defisit beberapa tahun silam. BPJS Kesehatan diketahui mengalami defisit sampai Rp19,41 triliun pada 2019.
Ghufron juga meyakinkan bahwa BPJS Kesehatan tidak terpengaruh meskipun tarif untuk Rumah Sakit (RS), Puskesmas, hingga dokter praktik naik.
Kenaikan tarif tersebut berdasarkan Peraturan Menkes (Permenkes) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan sudah sesuai.
“Kami telah perhitungkan tentu dengan diskusi dan simulasi yang panjang, sehingga masih dalam skenario kami,” kata Ghufron kepada Bisnis, Minggu (15/1/2023) .
Ghufron mengatakan dengan kenaikan tarif tersebut pelayanan kesehatan untuk pasien BPJS Kesehatan ditingkatkan. Selain itu, dia juga memastikan bahwa iuran yang dibayarkan peserta tidak naik sampai 2024.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diketahui telah melakukan uji coba KRIS sejak 2022. Pendapatan beberapa RS uji coba pun disebut naik, meskipun ada yang menurun.
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengungkapkan pendapatan empat RS yang melakukan uji coba mengalami kenaikan rerata pendapatan hingga Rp1,2 miliar.
Adapun, keempat rumah sakit itu yakni RSUP Rivai Abdullah, Palembang, RSUP Surakarta, Solo, RSUP Tadjudin Chalid, Makassar, dan RSUP Leimena, Ambon.
“Artinya dampak KRIS ini ternyata sampai empat rumah sakit menunjukkan adanya peningkatan pendapatan,” kata Anggota DJSN dari unsur pemerintah Raden Harry Hikmat, dalam rapat kerja DPR RI dengan Menkes, DJSN, dan Dirut BPJS Kesehatan, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/3/2023).
Dalam paparannya, pendapatan RSUP Rivai Abdullah, Palembang, tercatat mengalami kenaikan sebesar 5,97 persen menjadi Rp58 juta sejak implementasi KRIS JKN.
Kemudian, RSUP Leimena, Ambon naik 29,68 persen menjadi Rp480 juta, RSUP Surakarta, Solo naik 71,15 persen menjadi Rp415 juta, serta RSUP Tadjudin Chalid, Makassar, naik 34 persen menjadi Rp1,2 miliar.
Sementara itu, hanya tiga RSUP uji coba yang mengalami kenaikan pendapatan rerata rawat inap kelas I sejak bulan September 2022 hingga November 2022 dari keempat rumah sakit yang menjalankan uji coba
Adapun RSUP Leimena, Ambon mengalami penurunan pendapatan rawat inap kelas I. Tercatat pendapatan rerata rawat inap kelas I di sana, turun sebesar 11,51 persen atau Rp54 juta saat implementasi KRIS JKN.
Sementara itu, tiga RS lainnya mengalami peningkatan, dengan peningkatan tertinggi terjadi di RSUP Surakarta, Solo, sebesar 60,46 persen atau Rp63,9 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel