Kendalikan Pinjaman Bermasalah, Ini Strategi yang Dipakai Amartha

Bisnis.com,21 Mar 2023, 22:17 WIB
Penulis: Rinaldi Mohammad Azka
CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra. Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Bisnis rintisan peer-to-peer (P2P) lending, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) mengklaim berhasil menjaga nonperforming loan (NPL) di bawah 1 persen melalui pengelolaan yang ketat.

Founder sekaligus CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra mengatakan bahwa secara bisnis yang diprioritaskan oleh Amartha adalah kualitas portofolio bukan pertumbuhan.

Dengan begitu, tidak pernah memaksakan terjadinya penambahan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM)  dalam portofolio peer-to-peer (P2P) lending.

"Tumbuh dengan sadar, menyalurkan dana besar bisa jaga NPL begini, karena kalau terlalu agresif penyalurannya, NPL akan naik, itu yang diperhatikan secara bisnis. Secara rencana bisnis, secara hubungan dibangun bersama UMKM, kami sadar bisnis UMKM bukan yang stabil pendapatannya, musiman dan kadang bagus, momentum habis jelek lagi, nanti bagus lagi," ujarnya dalam sesi wawancara khusus bersama Bisnis.com, Jumat (17/3/2023).

Menurutnya, Amartha bisa konsisten karena melakukan penyaringan secara selektif pasar UMKM yang potensial sesuai dengan selera risikonya.

Selain itu, dia juga membentuk mesin kredit sendiri, serta membentuk credit scoring sendiri berdasarkan daerahnya.

P2P lending yang fokus pada pemberdayaan UMKM perempuan ini juga menyiapkan profil risiko tersendiri di masing-masing wilayah, seperti di Sumatra Selatan yang cocok petani rumput laut, di Sumatra bagian lain ada petani kopi yang sudah memiliki pasarnya sendiri juga.

"Dengan begitu, risiko modalnya tidak balik rendah, pengalaman menanam kopi, hingga petani rumput laut. Hal-hal itu dipetakan secara tepat memanfaatkan data science dan tim lapangan. Kekuatan kami kombinasi teknologi dan people on the ground, kami ada 7.000 orang di daerah mendampingi UMKM," katanya.

Dengan menjaga portofolio UMKM yang sehat, lanjutnya, pemberi pinjaman berupa korporasi juga terus bertambah. Pada 2022, terdapat 10 perbankan baru yang masuk sebagai pemberi pinjaman di Amartha. Di antara 10 perbankan baru ini dari level BUMN hingga Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Amartha lanjutnya mematok return tertinggi bagi pemberi pinjaman bagi UMKM berprofil risiko tinggi hingga 14 persen per tahun, masih lebih rendah dari suku bunga kredit BPR yang mencapai 24 persen per tahun.

Taufan menjelaskan BPR yang memberi pinjaman di Amartha mengikuti acuan suku bunga Amartha, sehingga BPR mendapatkan return lebih kecil dari suku bunga kreditnya.

"BPR ini ada masalah, scalability tidak ada, punya modal lebih vehicle ada di Amartha, rate sesuai Amartha. Namun, mereka juga dapat keuntungan tidak ada operating cost, credit analisis, tinggal cek SLIK [sistem layanan informasi keuangan] saja, tinggal pilih peminjamnya," katanya.

Taufan menargetkan laba bersih yang bertumbuh lebih tinggi pada 2023. Amartha juga menargetkan dapat menjangkau wilayah baru dengan kepadatan UMKM yang tinggi.

Perseroan juga menyasar masuk di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Targetnya, secara jumlah bertahap tumbuh dengan berkualitas.

"Dari sisi lender individu, investor individu fokusnya meningkatkan produk kualitas dahulu, produk experience, anggaran pemasaran juga tidak sebesar itu. Ketika rajin membuat iklan di televisi maupun billboard tinggi biayanya, trade off, dinaikkan marketing bisnis berdarah-darah lagi, itu diminimalisir."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Stefanus Arief Setiaji
Terkini