Bisnis.com, JAKARTA – Suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) diperkirakan bertahan di level 5,75 persen hingga akhir 2023, meski bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve (Fed) kembali menaikkan suku bunga acuannya.
Dalam pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) 21-22 Maret 2023, The Fed memutuskan untuk mengerek kembali target suku bunga acuan sebesar 25 basis poin atau 0,25 persen ke kisaran 4,75 – 5 persen dan menjadi level tertinggi sejak Oktober 2007.
Berkaitan dengan hal tersebut, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan bahwa perkembangan terkini kondisi ekonomi memberikan ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk tetap mempertahankan BI7DRR pada level 5,75 persen hingga sisa tahun 2023.
“Kami tetap memperkirakan BI akan mempertahankan BI7DRR di level 5,75 persen hingga sisa tahun 2023 dengan tetap mewaspadai perkembangan ekonomi global ke depan yang masih penuh dengan ketidakpastian,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (23/3/2023).
Menurutnya, proyeksi tersebut berlandaskan pada sejumlah sisi. Dari sisi eksternal, The Fed memberi sinyal bahwa tidak ada perubahan terminal rate pada 2023 di tengah kondisi inflasi yang membandel akibat keketatan pasar tenaga kerja AS.
The Fed juga mengakui perkembangan ekonomi AS belakangan ini terkait dengan kegagalan Silvergate Bank, Silicon Valley Bank, dan Signature Bank. Hal ini membuat The Fed perlu menyeimbangkan perang melawan inflasi dan risiko dari krisis perbankan.
“Namun, konsensus pasar memperkirakan Fed harus segera menghentikan siklus pengetatan moneter dan mengubah kebijakan untuk memangkas suku bunga guna mendukung stabilitas keuangan, setelah runtuhnya tiga bank regional AS dan pengambilalihan Credit Suisse.”
Dari sisi domestik, Faisal menyatakan bahwa di tengah ancaman perlambatan ekonomi global, neraca perdagangan Indonesia terus mencatatkan surplus sebesar US$5,48 miliar hingga Februari 2023. Hasilnya, cadangan devisa ikut menanjak menjadi US$140,3 miliar.
Selain itu, laju inflasi juga sedang dalam tren menurun dari posisi 5,95 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada September 2022, atau saat pemerintah menyesuaikan harga BBM bersubsidi, menjadi 5,47 persen pada Februari lalu.
“Kondisi tersebut mendukung stabilitas nilai tukar rupiah dan meredam risiko inflasi impor. Oleh karena itu, kami melihat bahwa ruang untuk menaikkan BI7DRR pada tahun ini akan sangat terbatas,” tutur Faisal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel