Alasan Ekonom Proyeksi BI7DRRR Ditahan Meski Suku Bunga The Fed Naik

Bisnis.com,23 Mar 2023, 20:34 WIB
Penulis: Annasa Rizki Kamalina
Karyawan melintas didekat logo Bank Indonesia di Jakarta, Senin (30/12/2019). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah ekonom memproyeksikan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) akan bertahan pada 5,75 persen meski Federal Reserve atau The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan 0,25 basis poin (bps). 

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menyampaikan perkembangan kondisi ekonomi baik dari sisi global maupun domestik memberikan ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk tetap mempertahankan BI7DRRR hingga akhir 2023. 

“Kondisi tersebut mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah dan menekan risiko inflasi impor. Oleh karena itu, kami melihat bahwa ruang untuk menaikkan BI7DRRR tahun ini akan sangat terbatas,” ujarnya, Kamis (23/3/2023). 

Dari sisi global, The Fed memberi sinyal bahwa tidak ada perubahan terminal rate pada 2023 di tengah kondisi inflasi yang membandel akibat ketatnya pasar tenaga kerja, artinya suku bunga mendekati puncak.

Dirinya melihat The Fed juga mengakui perkembangan ekonomi AS baru-baru ini terkait dengan kegagalan Silvergate Bank, Silicon Valley Bank, dan Signature Bank sehingga membuatnya perlu menyeimbangkan perang melawan inflasi dan risiko dari krisis perbankan.

Dari sisi domestik, neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2023 tetap mencatat surplus US$5,48 miliar di tengah ancaman perlambatan ekonomi global. Hasilnya, cadangan devisa terus meningkat menjadi US$140,3 miliar. 

Laju inflasi juga dalam tren menurun, turun dari 5,95% (year-on-year/yoy) pada September 2022, saat pemerintah menyesuaikan harga BBM bersubsidi, menjadi 5,47 persen pada Februari 2023.

“Kami tetap memperkirakan BI akan mempertahankan BI7DRR di level 5,75 persen hingga sisa 2023 dengan tetap mewaspadai perkembangan ekonomi global ke depan yang masih penuh dengan ketidakpastian,” ujarnya. 

Adapun, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat The Fed cenderung less hawkish karena mempertimbangkan kondisi sektor perbankan AS yang belum lama goyang dengan runtuhnya SVB. 

Menurut Josua, kenaikan suku bunga Fed pada bulan ini yang memberikan sinyal less hawkish, dengan demikian dolar cenderung mengalami pelemahan terhadap mata uang utama. 

Selain itu, yield UST 10 tahun juga turun hingga ke level 3,4 persen setelah sebelumnya sempat berada di level 3,64 persen sebelum The Federal Open Market Committee (FOMC).

“Sejalan dengan pelemahan dolar AS terhadap mata uang utama dan penurunan yield UST, terdapat kecenderungan potensi penguatan saham-saham berisiko terutama di pasar negara berkembang termasuk Indonesia,” jelasnya, Kamis (23/3/2023). 

Senada dengan Faisal, Josua juga mengatakan bahwa BI diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunga acuannya sejalan dengan ekspektasi penurunan inflasi dan stabilnya nilai tukar rupiah. 

“Kedepannya, mempertimbangkan arah Fed yang less hawkish dan suku bunga acuan The Fed yang akan mendekati puncaknya, serta mempertimbangkan fundamental ekonomi Indonesia yang solid, maka diperkirakan perekonomian dan pasar keuangan domestik akan cenderung stabil dan resilien,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Muhammad Khadafi
Terkini