Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi Golongan Karya (Golkar) Mukhamad Misbakhun menilai masa bakti Satgas BLBI, yang akan berakhir pada Desember 2023, tidak perlu diperpanjang kembali.
Dia menilai efektivitas kerja Satgas BLBI perlu dipertanyakan. Pasalnya, sejak dibentuk pada 2021 oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi, total nilai pengembalian dana yang dihimpun dari kasus BLBI baru mencapai 25 persen dari target.
"Masa kerja sudah tiga tahun gak bener, masa mau kita perpanjang," ujarnya saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/3/2023).
Misbakhun menegaskan akan menolak jika pemerintah mengusulkan perpanjangan masa tugas Satgas BLBI.
Menurut politisi Partai Golkar tersebut, persoalan aset BLBI sebaiknya diselesaikan oleh sistem yang sudah ada melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
"Masih ada Ditjen Kekayaan Negara karena itukan dari piutang negara. Itu piutang negara untuk ditagihkan bisa melalui proses lelang mekanisme kewenangan UU yang ada, yang selama ini dipakai," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, Satgas BLBI dibentuk oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Beleid tersebut kemudian diubah menjadi Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.
Melalui aturan ini, Satgas BLBI telah bertugas sejak Keputusan Presiden ditetapkan yakni April 2021 silam sampai dengan 31 Desember 2023.
Adapun Satgas BLBI telah mengumpulkan total nilai pengembalian dana sebesar Rp28,53 triliun hingga 25 Maret 2023.
Di tengah masa tugas yang berakhir tahun ini, perolehan dari kasus BLBI tersebut baru mencapai 25,83 persen dari target Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2021 yakni Rp110,45 triliun.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara sekaligus Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban memerinci aset dalam bentuk uang untuk kas negara mencapai Rp1,05 triliun, sedangkan dalam bentuk sitaan barang jaminan dan harta kekayaan lainnya sekitar Rp13,73 triliun.
Selain itu, penguasaan aset properti mencapai Rp8,5 triliun, kemudian Penetapan Status Penggunaan (PSP) dan hibah kepada kementerian dan lembaga sebesar Rp2,7 triliun, dan yang dijadikan Penyertaan Modal Negara (PMN) nontunai senilai Rp2,4 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel