Bisnis.com, JAKARTA — Dalam sepekan, hingga 22 Maret 2023, bank di Amerika Serikat kehilangan US$126 miliar atau sekitar Rp1.886 triliun dana deposito.
Sejumlah analis menilai hal itu sebagai dampak dari kebijakan The Fed menaikkan suku bunga acuan secara agresif dan juga bangkrutnya sejumlah bank di negara tersebut.
Bila dirinci, sebanyak 25 bank terbesar AS menyumbang koreksi deposito senilai US$90 miliar atau sekitar Rp1.347 triliun. Bank-bank yang lebih kecil sudah dilanda penarikan deposito sebelumnya yang puncaknya Silicon Valley Bank bangkrut karena kesulitan likuditas.
Adapun simpanan di bank AS telah menurun di semua bank sebelum kegagalan Silicon Valley. Simpanan untuk semua bank turun 5 persen per tahun pada kuartal keempat tahun 2022.
Banyak pengamat mengaitkan hal tersebut dengan tekanan dari Federal Reserve yang agresif untuk menurunkan inflasi.
Sepanjang awal pandemi Covid-19 suku bunga bank rendah secara historis dan bank dibanjiri oleh deposito. Kemudian The Fed menaikkan suku bunga secara agresif dan imbasnya nasabah mulai mencari tempat menaruh uang dengan imbal hasil yang lebih tinggi.
Penurunan deposito secara tahunan untuk semua bank mulai terjadi pada kuartal kedua tahun 2022.
Sebagian dari uang itu disebut mengalir ke reksa dana pasar uang. Sejak awal Januari, investor telah menggelontorkan US$508 miliar ke reksa dana, menurut catatan penelitian dari Bank of America. Arus masuk secara kuartalan pun mencapai rekor tertinggi sejak awal pandemi.
Selanjutnya, sebanyak US$60 miliar lainnya ditambahkan ke aset-aset ini dalam seminggu terakhir.
Sementara itu, pemerintah dan pejabat industri telah bekerja untuk mencegah arus keluar deposito besar-besaran setelah kegagalan bank pada bulan Maret.
Regulator berjanji untuk melindungi semua deposan di kedua bank yang mereka ambil alih, dengan harapan hal ini dapat meredakan kepanikan, dan juga berjanji untuk membantu bank-bank regional lainnya jika diperlukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel