Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memastikan krisis perbankan di Amerika Serikat (AS) akibat bangkrutnya Silicon Valley Bank (SVB) tidak akan berdampak ke perbankan Indonesia.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan bank di Indonesia tidak mempunyai eksposur terhadap bank-bank di AS yang mengalami kebangkrutan. Selain itu, kondisi likuiditas serta permodalan bank di Indonesia pun masih stabil.
"Otoritas keuangan di berbagai negara juga telah bertindak cepat mencegah penularan risiko," katanya dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK pada Senin (3/4/2023).
Kinerja likuiditas perbankan sendiri tercermin dari rasio-rasio likuditas yang berada di atas ambang batas. Rasio alat likuid per non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid per dana pihak ketiga (AL/DPK) pada Februari 2023 masing-masing tercatat sebesar 129,58 persen dan 29,09 persen.
Di sisi permodalan, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) industri perbankan per Februari 2022 ada di level aman, yakni 26,1 persen.
Akan tetapi, krisis perbankan dikhawatirkan membawa efek rembetan kepada perbankan di Indonesia. Untuk itu, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan agar perbankan mempunyai daya tahan dan mampu mengantisipasi downside risks dari dinamika global tersebut, maka perbankan mesti menjalankan sejumlah langkah.
"Pertama, memperkuat penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan prinsip kehati-hatian," kata Mirza.
Kedua, melakukan stress testing secara berkala dengan berbagai skenario. Ketiga, melakukan pemantauan terhadap portofolio aset dan liabilitas bank termasuk risiko konsentrasi pada pinjaman dan pendanaan.
Keempat, menjaga rasio kecukupan modal dan ketersediaan likuiditas pada aset yang berkualitas tinggi. Kelima, menghindari praktik-praktik excessive risk-taking behaviour yang spekulatif.
Di samping itu, OJK senantiasa melakukan langkah antisipatif terhadap berbagai dinamika yang dapat berimplikasi terhadap perbankan Indonesia serta memperkuat koordinasi antar otoritas dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Sebagaimana diketahui, industri perbankan di AS dan Eropa saat ini sedang dilanda guncangan. SVB di AS dilaporkan bangkrut usai gagal mengumpulkan dana tambahan sebesar US$2,25 miliar dalam 48 jam.
Runtuhnya Perbankan AS dan Eropa
Sebelum bangkrutnya SVB, Silvergate Capital Corp., juga telah mengatakan akan melikuidasi banknya yang menyimpan dana kripto sebagai imbas dari kehancuran industri kripto.
Kepanikan di industri keuangan AS tidak berhenti di situ, sebab regulator bank AS kemudian mengumumkan penutupan Signature Bank.
Tidak hanya di AS, sentimen negatif merembet ke pasar Eropa setelah Credit Suisse mengalami gejolak. Saham Credit Suisse Group AG ditutup melemah dan sempat anjlok ke level terendah sepanjang masa.
Bank Sentral Swiss kemudian memberikan bantuan likuiditas kepada Credit Suisse Group AG setelah sahamnya anjlok. Credit Suisse Gorup AG sendiri telah menarik pinjaman senilai US$54 miliar atau Rp833 triliun dari Bank Sentral Swiss.
Kemudian, saham Deutsche Bank (DB) merosot setelah kontrak yang dirancang untuk memastikan setiap default utang melonjak. Hal ini pun membawa kekhawatiran di pasar Eropa karena Deutsche Bank merupakan pemberi pinjaman terbesar kedua di kawasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel