Harga Batu Bara Turun, Mayoritas Sahamnya Ikut Anjlok

Bisnis.com,05 Apr 2023, 11:14 WIB
Penulis: Annisa Kurniasari Saumi
Tambang batu bara./Bloomberg-Luke Sharrett

Bisnis.com, JAKARTA - Harga mayoritas saham emiten batu bara terpantau melemah seiring dengan penurunan harga batu bara pada perdagangan sesi I, Rabu (5/4/2023). 

Hingga pukul 10.35 WIB, saham PT MNC Energy Investment Tbk. (IATA) terpantau turun paling dalam sebesar 2,33 persen ke level 84. Pelemahan ini disusul oleh PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADMR) yang turun 2,05 persen ke level 1.195. 

Saham batu bara selanjutnya yang melemah di perdagangan sesi I hari ini adalah saham PT Golden Eagle Energy Tbk. (SMMT), yang turun 2 persen ke level 735, disusul oleh saham PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA) yang juga turun 1,96 persen ke level 500.

Saham lainnya yang juga melemah adalah saham PT Delta Dunia Makmur Tbk. (DOID) yang turun 1,27 persen, dan saham PT Harum Energy Tbk. (HRUM) yang tergelincir 0,96 persen ke level 1.555.

Sementara itu, beberapa saham batu bara tercatat masih bergerak pada zona hijau seperti PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) yang naik 0,99 persen atau 400 poin ke level 40.925.

Saham lain yang menguat adalah saham milik orang terkaya Indonesia, Low Tuck Kwong PT Bayan Resources Tbk. (BYAN) yang naik 0,58 persen ke level 21.625.

Begitu pula dengan saham portofolio Lo Kheng Hong PT ABM Investama Tbk. (ABMM) yang naik 0,30 persen ke level 3.310 pada perdagangan sesi I hari ini, Rabu (5/4/2023). 

Adapun pada perdagangan Selasa kemarin (4/4/2023), harga batu bara kontrak Oktober di pasar ICE Newcastle ditutup turun 4,31 persen di posisi US$227,5 per ton. Begitu pula dengan kontrak April di pasar ICE Newcastle yang ditutup turun 7,35 persen ke US$192,65 per ton.

Sebelumnya, Tim Riset Phintraco Sekuritas menyebut rebound lanjutan dari harga komoditas terutama oil dan coal, dapat mendorong penguatan lanjutan mayoritas saham energi di Selasa (4/4/2023). Harga komoditas energi diperkirakan masih berpotensi melanjutkan penguatan di Rabu (5/4/2023). 

Hal berpotensi kembali mendorong kinerja ekspor dan mempertahankan kondisi surplus Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) setidaknya dalam jangka pendek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Farid Firdaus
Terkini